Jumat, 04 Januari 2013

Kesaksian Kereta Api

“Sebenernya gue juga nggak mau pisah sama lo Fay, gue masih sayang banget sama lo tapi gimana nasib nyokap gue ntar kalo gue ketahuan masih hubungan sama lo, please maafin gue? Gue harap lo bisa nerima semua keputusan gue

     Sepertinya kereta api Fayra telah berlalu dan ia telah berangkat membawa penyesalan. Fayra, pacarku di Yogyakarta dan ia berencana untuk menengokku dan saudaranya di Bandung. Memang, sekolahku di Yogyakarta namun rumah orang tuaku ada di Bandung. Jadi ketika liburan aku selalu pulang ke rumahku yang di Bandung. Habisnya liburan di Bandung lebih menyenangkan dibandingkan liburan di Yogya yang harus menghabiskan waktu mendengar kicauan nenek sihir yang galak, ya bude’-ku itu.
         Hari ini aku terasa capek karena semalaman aku ada prom night di rumah temanku, tapi tiba-tiba terdengar suara telepon yang membisingkan telingaku, “kriiiiiiiing kriiiiiiiiing …. “ tak seorangpun yang menjawab telepon itu. Memang sudah menjadi tradisi ibuku yang tidak pernah menjawab telepon sehingga cuma aku dan adikku yang selalu menjawab telepon yang berbunyi di rumah kami. Kenapa ibuku nggak ngangkat telepon? Ya itu, ibuku suka ngomel kalau ada telepon buat aku dari seorang cewek, jadi jangan heran kalau nggak ada satupun cewek yang berani telepon ke rumahku.
      “Hallo, assalamualaikum! Van, ini Fayra?? Ini kamu khan Cepet jemput aku di stasiun Kereta api sekarang? Mamaku nyuruh aku pergi ke saudaraku yang ada di cicaheum tapi aku ngak tahu tempat itu. Jadi, tolong jemput aku yach?”Cerita Fayra ke Rivan lewat telepon.
        “Aduh, Fay ini kamu?? Kirain aku siapa? Emang sekarang kamu ada dimananya? Iya aku jemput kamu tapi khan sekarang masih pagi banget lagian aku belum mandi, ntar aja jam 8-an aku jemputnya soalnya aku nggak boleh pergi sama ibuku.”
         “Please, dong Van aku udah lama nungguin di pintu keluar. Aku takut nih kalau harus nunggu sendirian. Ya udah kalau gitu aku datang ke rumah kamu deh, sekarang kamu tunjukkin arah jalan ke rumah kamu ya!”
       “Duh, jangan dong! Ya udah aku jemput sekarang nih, tunggu aku ya!” kebingunganku memuncak.
      Sebenernya aku bener-bener bingung kalau harus pergi ke stasiun kereta karena ibuku melarang aku keluar rumah pagi-pagi begini.
“Thanks, ya kamu emang pacarku yang baik banget! Ya udah aku tunggu nih daagh.”
Udara tak enak memasuki tubuhku, aku mulai kacau dan sulit berfikir. Aku nggak bisa berbuat apa-apa di hadapan ibuku nanti, membayangkan suara keras ibuku saja sudah tak kuasa.
    Tiba-tiba ibu melihatku dengan mata yang tajam seperti burung elang yang akan menerkam mangsanya.
      “Van, itu tadi telepon dari siapa? Terus sekarang kamu mau pergi kemana? tanya ibuku dengan sangar.
    “Euh euh anu tadi yang telepon temen Rivan dari Yogya namanya Fay, minta dijemput ke stasiun sekarang.” mendadak aku jadi gugup dan keringat mulai bercucuran di dahiku.
     “Fay itu perempuan apa laki-laki? Awas kalau itu sampai perempuan, ibu nggak bakalan ngijinin kamu pergi. Lagian ini kan masih terlalu pagi mana kamu belum mandi lagi.” Sentak ibuku
     “ Duh, bu ini gawat darurat. Fay nggak tahu daerah Bandung jadi Rivan diminta nganterin ke rumah saudaranya di Cicaheum. Please dong bu, ijinin Rivan sekali ini aja ” pintaku dengan muka memelas. Untungnya, aku bisa berfikir sehat sekarang, tapi Tuhan aku bohong sama ibuku sendiri. Mungkin bohong untuk kebaikan nggak akan kualat kali.
      Memang entah kenapa semenjak ayah dan ibuku berpisah, ibu selau overprotected gitu sama aku apalagi kalau aku suka bergaul dengan perempuan-perempuan di sekolah mungkin tamparan keras dan ocehan caci maki ibu akan menjadi santapan makananku setiap hari. Aku bener-bener bingung menghadapi ibu saat ini.
     Sementara aku mengambil motorku di garasi, suara bunyi telepon pun kembali berdering. “kriiiiiiiiiiiing kriiiiiiiiiing” dengan terpaksa ibuku yang mengangkat telepon itu karena adikku masih tidur dan aku mengambil motor untuk pergi menjemput Fayra.
       “Hallo hallo assalamualaikum!” Bisa bicara dengan Rivan.
“Hallo, Rivannya sedang pergi kalau boleh tahu ini dari siapa ya dan ada keperluan apa sama Rivan.” tanya ibuku sambil mengintrogasi penelepon tersebut.
      “Oh nggak ada ya Ini dari ibunya Fay, saya menyuruh Rivan untuk menjemput Fay di stasiun. Dan sekarang Fay sudah menunggu lama di stasiun, Fay tidak tahu daerah Bandung makanya saya meminta tolong pada Rivan untuk mengantarkannya ke rumah saudaranya yang ada di Cicaheum.”
      “Kalau boleh tahu anak ibu yang bernama Fay laki-laki apa perempuan dan untuk apa menyuruh Rivan menjemput anak ibu, kenapa nggak saudara ibu saja yang jemput Fay ke stasiun? Ibu sengaja ya merepotkan anak saya, ibu nggak tahu kalau ini masih terlalu pagi untuk menjemput anak ibu.”
     “Ibu ini gimana sih, anak saya itu Fayra jadi dia perempuanlah, kalau anak saya laki-laki saya nggak begitu khawatir dengan keadaannya. Maaf, bu bukan maksud saya untuk merepotkan Rivan dan keluarganya tapi kata Fay Rivan yang bersedia menjemput Fay di stasiun, jadi saya tidak akan memaksakan kehendak anak saya.”
     Ibuku langsung menutup teleponnya dengan cepat dan segera berlari mengejar aku. Saat itu, ibu seperti banteng yang telah menemukan kain berwarna merah yang terdapat didiriku sehingga banteng tersebut langsung menyerudukku dengan tanduknya yang besar. Keberuntungan ada di pihak ibukku, aku yang sedang menyalakan motor tiba-tiba ibu datang menghampiriku dengan penuh kemarahan. Seakan-akan aku melihat ibu seperti banteng yang bertanduk besar, memiliki mata yang merah tajam dan dikepalanya penuh asap yang membara. Aku tidak bisa mengelak atau langsung bergegas pergi karena kali ini aku benar-benar takut kualat.
      “Van, mana kunci motornya ibu pinjam sebentar.” Sentak ibu dengan muka mulai memanas. Ketika itu aku benar-benar nggak tahu kalau ibu marah padaku karena nggak ada kesalahan yang ada pada dirikku. Aku pun mulai bingung dan bertanya-tanya ketika ibu menanyakan seperti itu.
       “Ada apa sih bu, ngapain liat-liat kunci motor segala padahal semua STNK udah ada di Rivan kok jadi ibu tenang aja Rivan nggak bakalan ketangkep polisi.”
      “Iya, ibu lihat dulu sebentar, kamu ini bandel banget sih?!” sambil merampas kunci motor dari tanganku. Situasi yang seperti ini yang nggak aku inginkan, sepertinya ibu tahu kalau aku bohong padanya.
     “Udah sekarang kamu masuk kamar dan ibu nggak ngijinin kamu pergi sama Fayra yang ngaku-ngaku jadi laki-laki itu, cepet ..”
     “Tapi, bu itu khan bener-bener laki-laki . Bu, tolong ijinin Rivan pergi dong, bu please ?” Rivan merengek ingin pergi.
     “Kamu kecil-kecil udah bohongin ibu ya, berarti kamu di Yogya sering ya bohongin Bude’-mu. Pokoknya ibu akan awasin terus kelakuan kamu dan mulai sekarang jauhi Fayra untuk selama-lamanya.” Sentak ibu sambil mendorong aku untuk pergi ke kamar.
      “ Tapi, bu …… ?”
     “ Pokoknya nggak ada tapi-tapian, kalau kamu milih Fayra sekarang kamu boleh pergi dan nggak usah nginjek-nginjek rumah ini lagi dan kalau kamu milih ibu sekarang kamu segera pergi ke kamar ?”
     Memang tragis, aku dipukuli oleh ibuku akibat kelakuanku sendiri dan aku pun menangis kesakitan. Telepon yang selalu berdering pun akhirnya kabelnya dicabut oleh ibu. Selama 3 hari aku nggak pernah beranjak dari kamar tidurku, mengisi perutnya dengan sesuap nasi pun nggak pernah aku lakukan karena aku benar-benar takut kalau harus menghadap ibu. Memang aku laki-laki dan laki-laki nggak boleh pengecut. Tapi aku nggak mau kualat untuk kedua kalinya. Mungkin benar, kereta api Fayra pun telah berlalu membawa penyesalan yang teramat dalam. Habisnya mau bagaimana lagi, aku nggak bisa mempertahankan hubunganku dengan Fayra.
       Liburan pun hampir habis, 2 hari sebelum masuk sekolah aku pun berangkat ke Yogya untuk sekolah dan meninggalkan semua kemarahan ibu padaku. Sesampainya di Yogya, aku ingat bahwa sekolahku mengadakan event perpisahan sekolah yang diadakan oleh OSIS dan kebetulan aku menjadi ketua panitia event tersebut. Mau nggak mau, aku harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan menginap di sekolahan.
     Sebelum pergi ke sekolah, aku diceramahi dulu sama pade’ dan bude’-ku. Benar-benar kesal, setiap pulang ke Yogya pasti dapat kicauan nenek sihir.
    “Rivan, dengerin bude’, ibu kamu udah bilang semuanya dan mulai hari ini sampai seterusnya kamu bude’ awasin di sekolah. Kalau ternyata kamu hubungan lagi sama Fayra, bude’ nggak akan segan-segan buat laporin sikap kamu ke ibu kamu dan terpaksa ongkos kamu ke sekolah bude’ potong 50%.”
     “Bude’ kok gitu sih, kalau dipotong 50% berarti cuma 2000 dong, terus gimana ongkos ke sekolah masa jalan kaki !”
     “Pokoknya bude’ nggak mau tahu, bude’sama pade’ cuma ngejalanin perintah dari ibu kamu.”
    “Iya, lagian kalau nggak mau sengsara ya udah tinggal putusin aja si Fayra itu, pade’ pasti nggak bakalan motong-motong uang jajan segala.” Sambung pade’ yang ikut-ikutan menceramahi aku
    “Tapi, Pade’?”
   “Udah sana masuk kamar!” Memang dasar hidupku sial, kenapa nggak ada seorang pun yang mengerti akan perasaan aku sekarang.
     Esok harinya di sekolah, aku nggak menyangka bahwa anak-anak OSIS begitu sangat marah ketika aku nggak membantu mereka pada waktu liburan kemarin. Memang khusus panitia seharusnya nggak ada yang liburan tapi aku hanya datang pada waktu sehari sebelum hari H yaitu hari ini. Sepertinya kesialan akan menimpa dirikku sebentar lagi.
    “Van, lo nyadar nggak sih kalau lo bener- bener kelewatan? Enak-enaknya lo di Bandung sementara kita harus ngurusin segala sesuatunya dari urusan panggung, sound system, MC, pengisi acara sampai pendekoran. Dan lo hari ini datang tinggal enaknya, tahu nggak?” bentak Alvin ketua pelaksana event perpisahan ini.
      “Iya, dasar nggak tahu diri banget sih, seharusnya lo itu ngejabat jadi seksi keamanan yang kerja pada hari H doang. Nah ini ketua, nggak tahu malu banget sih. Udah lepas aja jabatan ketuanya ?” sambung Gasan
    “Maaf dong maaf dengerin dulu penjelasan dari gue, gue tuh nggak ada maksud apa-apa. Gue cuma pengen kalian semua dengerin dulu penjelasan gue baru kalian boleh vonis gue apa aja.” Aku berusaha untuk menyangkalnya dan berusah untuk memberikan penjelasan.
   Tiba-tiba aku dibawa keluar oleh teman-temanku dan Anna serta Alvin membawa sekantong terigu, telor, kecap, dan satu gelas jus untuk disiramkan ke mukaku.
    “Udah deh nggak perlu ada penjelasan dan kita semua nggak bakalan maafin kamu untuk selamanya.” Bentak Anna Sambil mengguyur kepalaku dengan semua barang-barang yang ia bawa.
     Kemudian anak-anak pun berteriak histeris dengan berkata “HAPPY BIRTHDAY” selamat ulang tahun Rivan.
    Aku menangis terharu dan tak tahan melihat semua yang aku alami saat ini. Aku benar-benar lupa kalau hari ini adalah hari ulang tahunku. Aku pun nggak lupa buat ngucapin terima kasih sama temen-temen yang udah berhasil ngerjain aku. Sukses berat untuk teman-temanku, mereka benar-benar mengerti akan keadaanku saat ini.
“Van, met ultah ya semoga lo panjang umur ‘n banyak rezekinya.” Ucap Anna.
“Thankz banget ya, Na?”
“Van, lo jangan marah ya, gue mau tanya sesuatu sama lo?”
“Nanya apa?”
“Gini apa lo masih hubungan sama Fayra?” tanya Anna dengan muka gugup.
“Ya iyalah, kamu ini gimana sih?!”
“Bukannya gitu, sebelum liburan pas kita pergi bareng buat beli keperluan dekor, lo liat cewe sekolahan kita khan yang lagi pacaran sambil pegang-pegangan tangan sama cowo.”
“Ya liatlah, tapi gue nggak kenal siapa cewe itu soalnya jaraknya jauh dan sedikit kabur gitu, emang kenapa?”
“Cewe itu cewe itu Fayra, Van?”
“Sumpah lo, Na? Masa sih Fayra, gue bener-bener nggak percaya sama apa yang kamu bilang. Mana buktinya kalau itu bener-bener Fayra?”
“Gue punya bukti foto yang ada di HP gue.” Sambil menyodorkan HP-nya.
“Coba liat, kapan lo ngambil gambar mereka kok gue nggak lihat sih?”
“Pas lo beli styrofoam di toko plastik, gue langsung menuju tempat cewe yang gue lihat itu. Dan ternyata itu bener-bener Fayra.” Ungkap Anna dengan tegas.
“Ya Tuhan, Na ini benar-benar Fayra, kok dia tega sich sama gue? Thankz ya, Na? Lo benar-benar teman gue yang paling baik.”
“Eh, jangan salah informasiku itu harus ada bayarannya. Tapi, Van lo jangan sedih ya dengan semua yang udah gue certain. Kalau ada apa-apa lo bisa curhat kok ke gue.”
“Thankz lagi, kalau nggak ada lo gue nggak tahu harus berbuat apa? Sekarang kita terusin kerjaan kita ya
      Aku bener-bener nggak nyangka Fayra tega berbuat seperti itu sama aku padahal aku benar-benar sayang sama dia. Ini semua nggak bisa dibiarkan, sekarang aku punya alasan untuk memutuskan hubunganku dengan dia dan membawa semua bukti yang ada.
     Ketika itu, aku berada di lapangan sedang mendekor panggung bersama teman-temanku yang lain. Tapi, tiba-tiba sesosok cewe datang menghampiri dari kejauhan dan sebuah tamparan melewati pipiku. Ya itu adalah tamparan keras dari Fayra
     “Dasar cowo nggak tahu diri, selama ini gue udah korbanin banyak buat lo tapi mana hasilnya nggak ada satupun balesan dari lo? Buat ngejemput gue aja di stasiun lo nggak bisa apalagi ngangkat telepon dari gue, dasar cowo aneh!” Bentak Fayra.
    Mungkin Fayra ingin memberikan ucapan ulang tahun dengan cara seperti ini, aku benar-benar terharu walaupun kemarin aku telah menyakiti Fayra tapi Fayra masih bisa memberikan ucapan itu. Tapi aku nggak bisa melupakan semua kelakuannya terhadapku, mungkin aku harus melupakan semua perkataan Anna dulu karena Fayra sudah bisa menyempatkan dirinya untuk memberikan ucapan selamat padaku.
     “Udah deh, gue tahu lo mau ngejailin gue kan kayak temen-temen gue barusan.”
“Idih geer banget lagian ngapain gue iseng tampar lo segala, dasar kurang kerjaan. Lo tuh bego apa pura-pura bego sich masa nggak inget waktu gue minta lo jemput di stasiun Bandung sampai gue rela nungguin 5 jam, tau nggak?”
“Tapi, nggak apa-apa deh aku maafin sikap kamu kemarin, sekarang selamat ulang tahun ya dan kamu terima kado ulang tahun dariku khusus buat kamu.”
Tapi, aku harus mengambil keputusan sekarang juga, nasibku dan ibuku ada di tanganku. Walaupun Fayra telah berbaik hati tapi aku nggak bisa melanjutkan hubunganku ini.
“Oooh yang itu maaf, gue nggak ada maksud dan sebaiknya lo nggak usah ngedeketin gue lagi untuk selamanya?! Terima kasih juga untuk kadonya dan aku nggak bisa menerima pemberian darimu, simpan saja untuk pacarmu yang ada di SMA lain.”
“Apa lo bilang, gue kan masih sayang sama lo walaupun lo udah banyak nyakitin gue? Dan maksud lo apa dengan pacar dari SMA lain?”
“Jangan bohong, terus terang aja, lo udah punya cowo kan selain gue. Buktinya ada di HP ini dan gue nggak akan marah kok asal lo kasih tahu gue yang sebenarnya.”
“Maafin gue ya, gue selingkuh di depan lo, tapi gue masih tetap milih lo kok, buktinya sekarang gue udah putusin cowo gue itu. Please, kita bisa perbaiki hubungan kita kok? Dan kalau memang nggak bisa, plase terima kado gue yang terakhir.”
“Thankz buat semuanya, Fay . ?”
Aku berlari menuju Ruang OSIS dan teman-temanku pun mulai bengong melihat kita berdua bertingkah aneh nggak karuan kayak anak kecil. Fayra pun berlari menuju gerbang sekolah sambil menangis tersedu-sedu.
“Rivan, gue nggak bisa nerima semua keputusan lo itu karena gue masih terlalu sayang untuk pisah dari lo Van, please jangan putusin gue.” Teriakan Fayra memenuhi telingaku.
“Sebenernya gue juga nggak mau pisah sama lo Fay, gue masih sayang banget sama lo tapi gimana nasib nyokap gue ntar kalo gue ketahuan masih hubungan sama lo, please maafin gue? Gue harap lo bisa nerima semua keputusan gue

Rabu, 29 Agustus 2012

Pencarian Jawaban

Jawaban? Pertanyaan seperti apakah yang patut diberi jawaban sekilat yang diberikan-Nya? Aku selalu mencari, menanti, memberikan kepasrahan hati ini untuk menyiapkan diri agar mendapatkan jawaban itu. Hal yang tak bisa kutemukan sendiri. Ketika manusia merasa tak kuat menahan segala kerelungan hati, mencari jawaban di setiap pertanyaan, Will God that answer?
 #Love Question
Ya Allah, hati ini teramat terluka oleh beberapa sayatan seorang Adam. Tak dapatkah Engkau menyembuhkannya?
Mereka yang telah banyak menyakiti hati hamba, sedang berbahagia mendapatkan keramahan hatimu Ya Rabb, hanya aku yang hanya bisa duduk berdiam diri. Mengapa?
Ketika aku akan menyambut keterbukaan hati ini untuk yang lain, bahkan aku tak kuasa membukanya seluas yang aku mau, tetap saja ada keterbatasan. Kenapa hati ini Ya Allah?
Beberapa orang berlalu lalang telah menemukan pengisi relung jiwanya, kenapa Engkau biarkan aku melaluinya sendiri?
Kurasa aku cukup berpengalaman kali ini, jika orang banyak menanyaiku tentang pasangan. Aku selalu bisa memberinya saran. tapi kenapa aku tak bisa memberi saran itu kepada diri ini?
Tak pantaskah aku dapatkan seseorang yang tulus dan ikhlas lebih dari apa yang aku dapatkan sebelumnya?
Seberapa banyak tangisan yang harus aku keluarkan untuk hal ini? Rasanya usia ini sudah tak berkompromi?

#Life of Question
Ya Allah, hari ini aku telah lulus di tengah-tengah semua orang bertanya padaku, lantas kemana aku harus pergi?

Sabtu, 21 April 2012

Pembelajaran Indiginasi


Budimansyah & Karim Suryadi. (2008). PKn dan Masyarakat Multikultural. Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan

(69) Dalam latar praksis sesungguhnya proses pendidikan nilai sudah berlangsung dalam kehidupan masyarakat dalam berbagai bentuk tradisi. Tradisi ini dapat dilihat dari petatah-petitih adat, tradisi lisan turun temurun seperti dongeng, nasihat, simbol-simbol, kesenian daerah seperti “kakawihan” di tatar Pasundan dan “berbalas pantun” di tatar Melayu. Walaupun demikian patut dicatat bahwa dengan begitu pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, seperti siaran radio, dan tayangan TV dari berbagai saluran dengan jam tayang yang panjang dan jaringan internet yang menyuguhkan aneka ragam informasi secara terpinggirkan dan malah terkalahkan. Contohnya tradisi dongeng dan sejenisnya yang dulu biasa dilakukan oleh orang tua terhadap anak atau cucunya semakin lama semakin tergeser oleh film kartun atau sinetron dalam media massa tersebut. Di situlah pendidikan nilai menghadapi tantangan konseptual, instrumental dan operasional.

Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan (Kuncaraningrat:1978) pada dasarnya merupakan produk budaya masyarakat yang melukiskan penghayatan tentang nilai yang berkembang dalam lingkungan masyarakat pada masing-masing jamannya. Berkaitan dengan nilai-nilai dalam masyarakat, dewasa ini telah mulai dikembangkan proses “indiginasi”, yakni pemanfaatan kebudayaan daerah untuk pembelajaran mata pelajaran lain dengan tujuan untuk mendekatkan pelajaran itu dengan lingkungan sekitar siswa, agar hasil belajar lebih bermakna sebagai wahana pengembangan watak individu sebagai warganegara. Contohnya, legenda dari seluruh penjuru tanah air seperti Malin Kundang dari Sumatra Barat, dan Sangkuriang dari Jawa Barat, digunakan sebagai stimulus dalam pembahasan suatu konsep nilai atau moral surga ada di telapak kaki ibu. Dalam konteks Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dan Pendidikan Kewarganegaraan, yang merupakan mata pelajaran yang sarat dengan nilai sosial, pendidikan nilai mencakup substansi dan proses pengembangan nilai patriotisme seperti cinta tanah air, hormat pada para pahlawan yang sengaja dikemas untuk melahirkan individu sebagai warganegara yang cerdas dan baik, rela berkorban untuk bangsa dan negara.

Learning Indigenous di luar negeri
 Beberapa web terkait dengan pembelajaran indiginasi :

Project Citizen Mahasiswa PKn 2008 A

     Teringat ketika menginjak semester 5 (lima) tepatnya ketika mata kuliah Metode Penelitian Ilmu Sosial. Saat itu kami mahasiswa PKn angkatan 2008 diberikan suatu simulasi pembelajaran berbasis project citizen yang dipelopori oleh berbagai kelompok dari permasalahan kebijakan publik. Setiap mahasiswa diperkenankan memilih masalah yang dianggap krusial saat ini sehingga menimbulkan solusi alternatif yang dijadikan kebijakan bagi pemerintah. Kami khususnya bergerak dalam bidang Pendidikan Kewarganegaraan sudah selayaknya menarik perhatian pemerintah dalam hal kebijakan yang pro terhadap masyarakat. 
    Kami mengkaji suatu permasalahan mengenai tindakan anarkis suppoter sepak bola yang memerlukan pemecahan solusi bersama sehingga membutuhkan rencana kerja yang nyata. Kelompok project citizen ini dibagi menjadi 4 kelompok lagi yang kemudian memegang tugas beberapa tindakan, yang pertama permasalahan, kebijakan alternatif, usulan kebijakan dan rencana kerja.

Show case 


Penilaian dewan juri




     Penyajian Project Citizen didampingi oleh tiga orang juri yang bertindak sebagai pengamat, pemberi komentar dan tentunya menilai penampilan kami. Adapun tujuan pokok dari kegiatan show case menurut CCE dalam Budimansyah (2002: 62) yaitu :
  1. Untuk menginformasikan kepada hadirin tentang pentingnya masalah yang diidentifikasi masyarakat.
  2. Untuk menjelaskan dan mengevaluasi kebijakan alternatif untuk mengatasi masalah sehingga hadirin dapat memahami keuntungan dan kerugian dari setiap kebijakan tersebut.
  3. Untuk mendiskusikan kebijakan yang dipilih kelas sebagai kebijakan terbaik untuk mengatasi masalah.
  4. Untuk membuktikan bagaimana kelas dapat menumbuhkan dukungan dalam masyarakat, lembaga legislatif dan eksekutif yang terkait dengan penyusunan kebijakan publik. 
Hasil Kerja

Pose akhir dengan hasil kerja



REORIENTASI JATI DIRI MELALUI EMPAT PILAR KEBANGSAAN DALAM RANGKA “NATION AND CHARACTER BUILDING”


Abstrak

Reformasi telah dijalani rakyat Indonesia lebih dari satu dasawarsa terakhir, namun semakin hari wajah bangsa makin nampak suram. Bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami krisis multidimensional yang berkepanjangan disebabkan karena kekeroposan fundamental ekonomi. Krisis kepercayaan pada pemerintah berujung pada maraknya upaya pemaksaan kehendak dan intoleransi, yang bisa berujung pada radikalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Terkait dengan konstitusionalisme dijadikan alasan kuat sebagai alat pemersatu bangsa dan wadah yang efektif dalam kemampuan resolusi konflik. Sebagaimana termaktub dalam UU No 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD pasal 15 ayat 1 huruf e, dimana ayat ini mengamanahkan kepada pimpinan MPR untuk mengoordinasikan sosialisasi berbagai perubahan yang terjadi pada UUD NRI tahun 1945. Namun, melihat semakin melunturnya nilai-nilai kebangsaan dan nasionalisme di tengah masyarakat yang sangat menghkawatirkan, maka Pimpinan MPR akhirnya bersepakat mengemas pelaksanaan sosialisasi tersebut menjadi sosialisasi 4 pilar meliputi Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika sebagai reorientasi jati diri bangsa dan menumbuhkan karakter bangsa. Reorientasi pertama adalah proses penemuan jati diri sebagai bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur sesuai dengan apa yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Reorientasi kedua adalah pemetaan posisi Indonesia di zaman globalisasi dimana kecenderungan masyarakat Indonesia yang senantiasa hidup konsumtif harus lebih diwaspadai. Reorientasi ketiga adalah pengokohan kembali empat pilar kebangsaan; Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika yang sudah menjadi acuan kehidupan masyarakat Indonesia sedari dulu dengan semangat kesatuan dan kebangsaan yang diharapkan semakin melekat.

Kata Kunci : Konstitusionalisme, 4 Pilar Kebangsaan, reorientasi jati diri, karakter bangsa

Pendahuluan
Reformasi telah dijalani rakyat Indonesia lebih dari satu dasawarsa terakhir, namun semakin hari wajah bangsa makin nampak suram. Reformasi yang dijalankan tidak pernah menyentuh akar permasalahan yang kita hadapi saat ini, yakni persoalan korupsi yang semakin merajalela, kelemahan penegakan hukum, pembangunan sistem yang tak seimbang disertai terkikisnya konstitusionalisme ditandai dengan berbagai penyimpangan sosial. Saat ini, konsep SDA semakin digunakan bukan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, tetapi dimanfaatkan oleh segelintir orang yang biasa disebut dengan kaum elite dan pengusaha dan korporasi termasuk pihak asing. Sementara itu, SDM semakin lembek, karakternya semakin luntur, etos kerja menurun dan semakin dirasa memperhambat produktivitas. Semboyan Bhineka Tunggal Ika yang didasarkan pada keutuhan bangsa yang Ika─ yang satu, sekalipun amat disadari terdiri dari pluralitas suku bangsa, agama, budaya dan bahasa kini semakin terusik dengan berbagai gerakan yang bersifat primordialisme. Negara semakin berdiri di atas kepentingan minoritas dengan proses pembentukan paradigma matrealistis. Terlebih lagi kekerasan yang mengatasnamakan agama, pelecehan agama dengan bentuk aliran sesat dan konflik yang terjadi berlarut-larut akibat kepentingan pribadi yang berujung pada masalah bersama. Indonesia seolah semakin dipaksakan untuk menjadi Ika, menjadi seragam tanpa menghormati kebhinnekaan. Nilai-nilai luhur Pancasila pun sudah tak lagi dirasakan keberfungsiannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Terlepas dari semua ini banyak yang harus kita kaji bersama dan pahami bersama sebagai negara kesatuan yang memiliki sikap-sikap tradisi bangsa kita yaitu dengan sikap nasionalisme, sikap cintah tanah air, sikap gotong royong. Kesemua sikap itu perlu untuk memunculkan karakter nasional yang nantinya mengarah pada bangsa yang berkarakter dan bermartabat.


Tantangan Konstitusionalisme Indonesia
Dewasa ini, bangsa Indonesia sedang mengalami krisis multidimensional yang berkepanjangan disebabkan karena kekeroposan fundamental ekonomi. Berawal dari krisis perekonomian yang ditandai dengan depresiasi rupiah (krisis moneter), kemudian menjadi krisis kepercayaan (confidential crisis) kepada pemerintah Republik Indonesia. Hal ini tercermin pada kurs rupiah yang cenderung meningkat, yang berdampak pada harga-harga dan menurunnya kegiatan produksi serta investasi di dalam negeri. Pada dasarnya, krisis moneter memang bukan disebabkan oleh efek ketularan (contagion effect), namun efek tersebut juga sedikit banyak berpengaruh sebagai faktor pemicu.
Krisis kepercayaan pada pemerintah berujung pada maraknya upaya pemaksaan kehendak dan intoleransi, yang bisa berujung pada radikalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Realita tersebut sangatlah berbenturan dengan nilai luhur Pancasila dan sebagai bentuk pengingkaran konkret terhadap komitmen kebangsaan yang telah lama terbentuk. Semakin terabaikannya nilai-nilai luhur Pancasila dalam berbagai sendi kehidupan, tak terlepas dari pengaruh zaman globalisasi dan teknologi yang tidak hanya menimbulkan disorientasi sosial dan menjadi penyebab lunturnya identitas nasional serta jati diri bangsa yang termaktub dalam Pancasila.
Di tengah berbagai hal yang menjadi tingkat capaian bangsa, nampak berbagai persoalan yang mengancam pilar-pilar kekuatan bangsa. Dengan kondisi yang multikultural, Indonesia selalu terlibat konflik dan kekerasan sosial yang dipicu perbedaan latar belakang etnis, primordialisme, dan agama. Padahal Indonesia kerap memiliki sikap toleransi dan gotong royong yang menjadi karakter asli bangsa ini, namun tengah luntur karena penetrasi pemikiran dan tindakan pragmatis individualistis.
Parsudi Suparlan (Al Muchtar, 2006:93) mengatakan bahwa realitas pluralitas masyarakat Indonesia secara sosiologis terdiri lebih kurang dari 500 kelompok dimana secara kultural setiap kelompok etnis mempertahankan identitas dan budayanya serta memiliki kecenderungan yang sangat kuat mengklaim wilayah etnisnya, dalam tataran komunitas etnis yang homogen. Sementara itu etnisitas memiliki potensi dapat merusak tatanan sosial sebuah komunitas atau masyarakat secara umum. Kemunculan konflik berdarah yang sering kita dengar disebabkan pada permasalahan etnisitas yang menyebabkan pola persaingan interaksi sosial yang tidak sehat. Biasanya, konflik etnis ini mengarah pada ketegangan antara etnis satu yang memiliki keinginan kuat untuk menindas etnis lainnya sehingga menjadi penyebab utama desintegrasi sosial.
Terkait dengan konstitusionalisme dijadikan alasan kuat sebagai alat pemersatu bangsa dan wadah yang efektif dalam kemampuan resolusi konflik. Tak ayal konstitusi negara Indonesia secara tidak langsung dapat memperkuat integrasi sosial dalam tataran multikulturalisme yang berbentuk pada kesadaran kolektif. Konsepsi konstitusionalisme pada hakekatnya berkaitan erat  dengan konsesus mengenai bagaimana bangunan dan mekanisme sistem bernegara yang di dalamnya berkaitan dengan pembatasan dan pendistribusian kekuasaan negara secara sistemik (Muchtar, 2006:101). Hal ini berarti yang menjadi tujuan khusus konstitusi dan keberagaman tujuan masyarakat harus diselaraskan terkait konsesus sehingga mewujudkan tujuan bersama dalam rangka mewujudkan kepentingan bersama.
Namun, ada beberapa hal permasalahan konstitusionalisme yang dapat dirumuskan sebagai akar permasalahan yang perlu pemecahan segera, yaitu:
1)  Pemahaman dan pengaplikasian konstitusi seringkali dirasa kurang nampak pada masyarakat Indonesia karena belum adanya kesadaran individu yang melingkupi kesadaran kolektif. Hal yang menjadi kekhawatiran tersendiri ketika pemuda Indonesia yang menjadi penerus bangsa, tak lagi memperdulikan bagaimana konstitusi itu berada di tengah-tengah mereka yang seharusnya dijadikan ruh nasional.
2)  Konstitusi seringkali berbenturan dengan peraturan-peraturan perundang lainnya sehingga ada undang-undang yang dipersoalkan konstitusionalitasnya perlu dilakukan pengujian kembali (judicial review) oleh Mahkamah Konstitusi.
3)  Kualitas Undang-Undang yang dihasilkan DPR kurang memadai sehingga kurang nampak kebermanfaatannya secara langsung bagi kehidupan masyarakat Indonesia dan kurang adanya transparansi terhadap proses pembahasan yang dijalankan DPR dalam pengajuan RUU sehingga memberi kesan sempit pada masyarakat Indonesia.
4)  Adanya keterlibatan kepentingan politik segelintir orang yang mempengaruhi kecenderungan dalam proses penegakan hukum sehingga menimbulkan keganjalan publik terutama kekecewaan masyarakat terhadap supremasi hukum di Indonesia.

Dari sekian banyak permasalahan konstitusionalisme, yang paling kritis dan strategis untuk segera dirumuskan pemecahannya adalah kurangnya pemahaman dan pengaplikasian konstitusi. Seandainya krisis pemahaman dan pengaplikasian konstitusi ini dibiarkan maka akan berbahaya pada pengembangan kerangka pemikiran masyarakat Indonesia di masa depan. Pembentukan pemahaman konstitusi ini harus dilakukan kepada masyarakat dini yang disadari penuh nantinya mempengaruhi konteks kehidupan nyata sehingga memberikan banyak manfaat tersendiri. Pembentukan pemahaman ini dilakukan dengan mempertegas kembali konstitusi yang murni dengan bentuk sosialisasi nyata kepada masyarakat Indonesia. Dengan proses pemahaman konstitusi secara utuh diharapkan dapat membangun kembali karakter masyarakat yang asli sebagai bangsa yang cerdas dan bermartabat.

Berbagai Permasalahan Karakter Bangsa
Tak pernah terdengar ada suatu bangsa hidup terpisah dari akar tradisinya namun tak ada pula suatu bangsa yang hidup tanpa pengaruh dari luar. Namun, bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki kelekatan budaya dan dapat mengadaptasi serta menyaring unsur budaya luar dengan tidak mengindahkan nilai kearifan lokal yang dimiliki. Penguatan karakter bangsa akan mempengaruhi eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia, secara tidak langsung karakter bangsa yang utuh akan menampilkan NKRI yang kokoh. Penguatan karakter sersebut diperoleh dari empat pilar kebangsaan.
Istilah karakter bangsa, dalam bahasa Barat identik dengan “nation character” yang tak pernah lepas dari masalah psikologi sosial. Devos dalam Budimansyah & Karim Suryadi (2008:77) mendefinisikan karakter bangsa yaitu “The term national character is used to describe the enduring personality characteristics and unique life style found among the populations of particular national states. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa karakter bangsa berguna untuk menggambarkan ciri kepribadian yang tetap dan gaya hidup yang unik diantara penduduk negara bangsa tertentu. Karakter bangsa tersebut dikaitkan dengan kepribadian maka mernjadi bagian dari masalah psikologi yang dianggap sebagai istilah yang abstrak. Artinya dalam konteks perilaku yang terikat oleh beberapa aspek budaya yang menjadi karakteristik khas masyarakat tertentu.
Karakter bangsa tercermin dalam budaya bangsa berupa bahasa, tarian, tradisi khas dan adat istiadat yang melekat dalam psikologi masyarakat tertentu dalam suatu negara. Internalisasi karakter bangsa seharusnya tetap melekat hingga sekarang sebagai perwujudan nilai-nilai bangsa yang patut dijunjung tinggi. Namun, beberapa kasus-kasus yang terjadi seperti kekerasan, korupsi, pembunuhan, perampokan dan tindakan-tindakan amoral lainnya  Degradasi karakter yang ditunjukkan bangsa Indonesia ini semakin berujung pada melemahnya identitas bangsa sebagai bangsa yang bermartabat. Hal yang perlu menjadi pemikiran bersama dalam pemecahan krisis multidimensional yang terjadi sekarang ini harus dirancang dengan penemuan jati diri yang kemudian dibangun dengan ideologi dalam rangka melindungi jati diri sehingga menghasilkan suatu bentuk psikologi nyata yang tumbuh di masyarakat sebagai karakter bangsa dan merupakan hasil cerminan dari jati diri bangsa tersebut.
Ginanjar, Ary (Sumodiningrat, 2005:xi) mengemukakan tentang adanya hubungan yang signifikan antara jati diri sesungguhnya yang merupakan sebuah “input”, kemudian ideologi sebagai “proses” dan karakter bangsa sebagai “output” atau hasil.
Rangkaian tersebut secara pragmatis memiliki kesatuan integral dalam perwujudan diri bangsa Indonesia diantaranya adalah jati diri, ideologi dan karakter bangsa. Ketiga rangkaian tersebut menjadi hierarkis secara jelas dimulai dari jati diri dibentuk dengan ideologi kemudian menghasilkan output sebagai karakter bangsa. Tak ayal, pemaparan tentang krisis karakter bangsa bersumber dari krisis jati diri yang secara tidak langsung tercipta krisis karakter dan ideologi.
Berikut pemaparan Ginanjar, Ary (Sumodiningrat, 2005:xii) terkait permasalahan krisis jati diri bangsa, krisis ideologi, krisis karakter dan krisis kepercayaan.
1.    Krisis Jati Diri Bangsa
Krisis jati diri bangsa dimulai dari krisis jati diri individu yang kemudian menjadi krisis kolektif. Secara umum krisis jati diri bangsa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu, ketidakmampuan mengenal diri dan berasal dari pengaruh luar.
2.    Krisis Ideologi
Kegagalan melakukan (inner journey) dalam menemukan jati diri akan mengakibatkan pula ketidakpahaman alasan pribadi dimana akan muncup pertanyaan bahwa mengapa manusia membutuhkan sebuah ideologi sehingga manusia tidak lagi memiliki dorongan untuk memiliki ideologi yang cocok dengan jati dirinya. hal ini perlu dipahami bahwa ideologi adalah sebuah instrumen yang dibutuhkan menjadi “pegangan” dari sebuah jati diri, sehingga ideologi menjadi sebuah kebutuhan bukan doktrin.
3.    Krisis Karakter
Karakter sesungguhnya adalah aplikasi konkret dari nilai-nilai sebuah jati diri. jati diri bersifat nonmaterial atau spiritual sedangkan karakter adalah “tangible” yang bersifat fisik spiritual yang sudah berada pada dimensi luar. Inilah output dari sistem ideologi dan penemuan jati diri. jadi krisis jati dirilah sumber dari semua krisis karakter bangsa. Karakter yang mengalami krisis adalah karakter yang telah keluar dari batas-batas garis orbit suara hati yang bersifat universal dan spiritual. Krisis karakter adalah perilaku yang bertolak belakang dengan suara hati (self conscience) meskipun dikatakan logis.
4.    Krisis Kepercayaan
Krisis kepercayaan sesungguhnya terjadi karena tidak adanya “value” dan “basic principle” yang dapat dijadikan pegangan oleh suatu bangsa. “value” dan “basic principle” yang ada pada masyarakat bersifat global dan universal, ia tidak hanya menjadi nilai dan hukum alam akan tetapi tertulis juga pada kalbu manusia pada dimensi spiritual (God Spot) berupa kehendak Ilahiah (will). Jadi, krisis kepercayaan adalah krisis keyakinan akan eksistensi Tuhan Sang Pemilik Nilai.

Kesuluruhan pemaknaan krisis di atas mencakup pada bertambah rumitnya pemetaan masalah yang didasarkan pada kehidupan konkret manusia. Sehingga yang memiliki sumber paling utama dari permasalahan krisis hidup manusia secara berkepanjangan ini adalah proses penemuan jati diri yang belum optimal. Hal ini dirasakan bukan pada ideologi bangsa atau karakter bangsa itu sendiri melainkan konsep jati diri yang melekat sebagai paradigma yang seharusnya dipegang oleh setiap manusia. Upaya dalam pemecahan krisis yang berkelanjutan ini harus didasarkan pada proses yang matang dan menyeluruh dimana kita harus mampu membaca realitas secara substansial. Solusi yang dibutuhkan adalah solusi dengan kemampuan berpikir panjang, bukan solusi dengan logika yang serba “instan” tanpa melihat “value” yang sesungguhnya sehingga permasalahan kecil akan semakin bertambah besar ketika melalui jalan yang cepat.


4 Pilar Kebangsaan: Reorientasi Jati Diri Bangsa
Seperti kita ketahui, bahwa penguatan karakter bangsa akan berpengaruh pada eksistensi NKRI secara utuh. Konsep konstitusionalisme yang sudah kita bahas sebelumnya menjadi acuan utama dalam proses penemuan jati diri bangsa yang sesungguhnya. Hal ini sebenarnya sudah dirasakan sejak zaman dahulu, namun berbagai tantangan yang terjadi pada masa sekarang mengakibatkan lemahnya karakter dan ideologi bangsa sehingga adanya ketidaktemuan jati diri itu sendiri. Rasa nasionalisme, toleransi, gotong royong dan cinta tanah air sulit kita temui saat ini karena keterbatasan kesadaran kolektif yang dipicu sifat individualistis di kalangan menengah ke atas.
Sebagaimana termaktub dalam UU No 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD pasal 15 ayat 1 huruf e, dimana ayat ini mengamanahkan kepada pimpinan MPR untuk mengoordinasikan sosialisasi berbagai perubahan yang terjadi pada UUD NRI tahun 1945. Namun, melihat semakin melunturnya nilai-nilai kebangsaan dan nasionalisme di tengah masyarakat yang sangat menghkawatirkan, maka Pimpinan MPR akhirnya bersepakat mengemas pelaksanaan sosialisasi tersebut menjadi sosialisasi 4 pilar meliputi Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika sebagai reorientasi jati diri bangsa.

I. Pancasila
Bentuk capaian demokrasi yang paling penting itu yang dihasilkan oleh (founding fathers) Indonesia, tiada lain adalah Pancasila. Pancasila simbol nilai secara majemuk dijadikan landasan bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ubae
Ubaidillah & Abdul Rozak memaparkan bahwa Pancasila merupakan sebuah pandangan hidup Indonesia yang terbuka dan bersifat dinamis. Sifat keterbukaan Pancasila dapat dilihat pada muatan Pancasila yang merupakan perpaduan antara nilai-nilai keindonesiaan yang majemuk dan nilai-nilai bersifat universal”. Nilai-nilai dasar universal dari Pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalan permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.

1.    Esensi Nilai dalam Pancasila
a)   Esensi nilai dalam sila Ketuhanan yang Maha Esa
Sila ini mengandung makna bahwa setiap manusia Indonesia harus memiliki keyakinan atau kepercayaan yang bersifat transendental artinya memiliki hubungan khusus antara manusia dengan Tuhan. Dalam hal ini, manusia mengetahui segala nilai yang bersumber dari Tuhan karena pada hakekatnya manusia diciptakan Tuhan agar mereka mau beriman dan bertakwa kepada-Nya. Selain itu, Indonesia memiliki pluralitas agama yang memiliki ciri khas masing-masing. Sila ini mencerminkan bahwa adanya hubungan baik antar umat beragama agar tercipta kehidupan yang damai.
b)   Esensi nilai dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti sifat atau ciri kodrat manusia yang dapat dilihat dari hasil tindakan manusia secara manusiawi. Keseluruhan perbuatan harus berdasarkan pada tindakan yang berperikemanusiaan. Maka dalam konteks pendidikan selalu didasarka pada proses humanisasi yang berarti memanusiakan manusia. Sehingga tindakan tersebut sesuai dengan hakekat manusia yaitu kemanusiaan.
c)    Esensi nilai dalam sila persatuan Indonesia
Nilai persatuan Indonesia mengandung makna upaya bersatu yang dilakukan manusia Indonesia dalam konteks kemajemukan sebagai pemersatu integritas bangsa. Persatuan Indonesia dijadikan jaminan pengakuan dan penghargaan terhadap bentuk realisasi yang sesungguhnya dalam menyelesaikan berbagai konflik yang ada.
d)   Esensi nilai dalam sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mengandung makna bentuk demokrasi Indonesia sesungguhnya yang mengusung pada suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan. Keberadaan negara di sini adalah tiada lain untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan menjadikan rakyat Indonesia sebagai rakyat yang memiliki jiwa demokratis.
e)    Esensi nilai dalam sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia Yang Adil dan Makmur secara lahiriah ataupun batiniah. Bangsa yang adil adalah bangsa yang memiliki penghargaan tertinggi bagi masyarakatnya tanpa harus adanya pembedaan secara substansial.

Nilai-nilai Pancasila di atas menjadi tolak ukur yang jelas dalam penjabaran ke dalam nilai instrumental. Nilai instrumental tersebut adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya. Sebagai nilai dasar, nilai-nilai tersebut menjadi sumber nilai. Artinya, dengan bersumber pada kelima nilai dasar diatas dapat dibuat dan dijabarkan nilai-nilai instrumental penyelenggaraan negara Indonesia.

II. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat tertuang tujuan negara adalah “Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia” hal ini merupakan tujuan pokok Negara. Kemudian dirumuskan “Memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa” hal ini merupakan tujuan Negara hokum material, yang secara keseluruhan sebagai tujuan khusus atau nasional.
Adapun tujuan umum atau internasional adalah “ikut melaksanakan ketertiban Dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Perlu adanya pencapaian tujuan tersebut secara spesifik yang nantinya akan berpengaruh pada perilaku hukum masyarakat yaitu dengan adanya aturan-aturan yang kemudian diataur dalam pasal-pasal, maka dalam kehidupan berbangsa dan bernegera semestinya mentaati aturan yang sudah diundang-undangkan.

III.    NKRI
Seperti yang kita ketahui bahwa syarat berdirinya sebuah negara itu ada empat, yaitu adanya penduduk, adanya wilayah, adanya pemerintahan dan adanya pengakuan dari negara lain. Atas dasar pemenuhan persyaratan itulah kemudian Negara Indonesia lahir dengan nama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). NKRI lahir dari pengorbanan jutaan jiwa dan raga para pahlawan bangsa ketika prose kemerdekaan berlangsung dan mereka bertekad mempertahankan keutuhan bangsa. Sebab itu, NKRI merupakan prinsip pokok, hukum, dan harga mati yang harus dijunjung penuh hingga saat ini. NKRI hanya dapat dipertahankan apabila pemerintahan adil, tegas, dan berwibawa. Dengan pemerintahan yang adil, tegas, dan berwibawalah masalah dan konflik di Indonesia dapat diselesaikan. “Demi NKRI, apa pun akan kita lakukan. NKRI adalah hal pokok yang harus kita pertahankan.

IV.    Bhineka Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal Ika adalah perekat semua rakyat dan semua kepulauan yang ada di Indonesia. Semboyan ini dijadikan sebagai alternatif kebijakan dalam memahami realitas multikultural yang bukan dijadikan sebagai pemahaman kata-kata melainkan pemahaman yang mendalam karena betapa besarnya makna yang terkandung di dalamnya. Bhineka Tunggal Ika merupakan frasa yang berasal dari bahasa Jawa Kuna dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Kalimat ini merupakan kutipan dari sebuah kakawin Jawa Kuna yaitu kakawin Sutasoma, karangan Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14 yang mengajakan toleransi antara umat Hindu Siwa dengan umat Buddha. Kutipan ini berasal dari pupuh 139, bait 5. Bait ini kemudian di terjemahkan ; “Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Hal ini disebabkan kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal.” Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.  Artinya, walapun bangsa Indonesia memiliki latar belakang yang berbeda baik dari suku, bahasa, agama, budaya dan adat istiadat tetapi mereka adalah bangsa Indonesia. Namun, saat ini Bhineka Tunggal Ikamulai tergerus oleh tindakan-tindakan perpecahan yang mengakibatkan konflik berkepanjangan. Hal ini menjadi kekhawatiran bangsa Indonesia pada tataran persatuan Indonesia yang mulai melemah.

Dari keempat pilar kebangsaan di atas, perlu didukung oleh reorientasi yang jelas sehingga pemaknaannya tidak dijadikan salah kaprah oleh semua pihak. Penulis berasumsi bahwa pemahaman yang utuh adalah pemahaman yang didukung atas pemahaman bersama tanpa mengindahkan “value” di dalamnya. Sehingga pemahaman tersebut menjadi reaktif yang jelas dan diharapkan nantinya mampu menjadi respon yang positif dengan tindakan yang nyata. Maka, reorientasi sebenarnya dimana kita melihat proses penemuan jati diri itu sendiri yang nantinya menentukan tujuan kita. Kita tak perlu mencari banyak penemuan kesalahan di masa lalu sehingga menjadi sasaran yang tak pernah bisa lagi dielakan. Namun, hal yang perlu dijadikan pemahan di sini bahwa kesalahan masa lalu tidak perlu diulang kembali dan mulaliah mencari titik temu solusi dari setiap kesalahan tersebut. Proses berpikir panjang yang sulit kita temukan pada masyarakat Indonesia saat ini seharusnya digalakan kembali guna masa depan yang dinanti.
Reorientasi pertama adalah proses penemuan jati diri sebagai bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur sesuai dengan apa yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Proses penemuan jati diri dilakukan oleh setiap individu yang nantinya berkembang ke arah kesadaran kolektif. Hal ini bertujuan sebagai perwujudan yang jelas dan mengarah pada tindakan yang sesuai dengan jati diri sebenarnya.
Reorientasi kedua adalah pemetaan posisi Indonesia di zaman globalisasi dimana kecenderungan masyarakat Indonesia yang senantiasa hidup konsumtif harus lebih diwaspadai. Teknologi tanpa batas dan pengetahuan yang semakin tinggi semakin membodohkan orang lain. Realita tersebut tak bisa dipungkiri lagi terlebih manusia saat ini mampu menelan manusia lainnya dalam hal kepentingan politik. Sehingga dalam membangun kembali Indonesia dilakukan pemetaan secara proporsional sehingga mereka dapat mengetahui bagaimana keberfungsian dirinya di mata orang lain, masyarakat, agama, serta kehidupan berbangsa dan bernegara.
Reorientasi ketiga adalah pengokohan kembali empat pilar kebangsaan; Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika yang sudah menjadi acuan kehidupan masyarakat Indonesia sedari dulu dengan semangat kesatuan dan kebangsaan yang diharapkan semakin melekat. 4 Pilar kebangsaan tersebut diwujudkan sebagai alat persatu bangsa dan instrumen yang efektif dalam penuntasan segala konflik yang terjadi saat ini.
Bangsa Indonesia masih memiliki modal sosial yang mampu dikembangkan kembali yaitu rasa kebangsaan, rasa kebersamaan, kesetiakawanan sosial dan gotong royong. Tradisi tersebut tidak hilang namun tetap ada di dalam hati kita sebagai pemaknaannya harus direlisasikan secara nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Masalah itu tidak perlu ditunda karena waktu akan memakan setiap permasalahan dengan solusi yang tidak efektif. Permasalahan itu harus dikemas dengan tindakan yang tidak terburu-buru serta solusi bersama yang hasilnya dapat dirasakan bersama pula sebagi perwujudan bangsa yang berkarakter dan memiliki visi dan misi yang jelas.

Kesimpulan
1.    Reformasi telah dijalani rakyat Indonesia lebih dari satu dasawarsa terakhir, namun semakin hari wajah bangsa makin nampak suram. Reformasi yang dijalankan tidak pernah menyentuh akar permasalahan yang kita hadapi saat ini, yakni persoalan korupsi yang semakin merajalela, kelemahan penegakan hukum, pembangunan sistem yang tak seimbang disertai terkikisnya konstitusionalisme ditandai dengan berbagai penyimpangan sosial .
2.    Ada beberapa hal permasalahan konstitusionalisme yang dapat dirumuskan sebagai akar permasalahan yang perlu pemecahan segera, yaitu: (1) Pemahaman dan pengaplikasian konstitusi seringkali dirasa kurang nampak pada masyarakat Indonesia karena belum adanya kesadaran individu yang melingkupi kesadaran kolektif; (2) Konstitusi seringkali berbenturan dengan peraturan-peraturan perundang lainnya sehingga ada undang-undang yang dipersoalkan konstitusionalitasnya perlu dilakukan pengujian kembali (judicial review) oleh Mahkamah Konstitusi; (3) Kualitas Undang-Undang yang dihasilkan DPR kurang memadai sehingga kurang nampak kebermanfaatannya secara langsung bagi kehidupan masyarakat Indonesia dan kurang adanya transparansi terhadap proses pembahasan yang dijalankan DPR dalam pengajuan RUU sehingga memberi kesan sempit pada masyarakat Indonesia; (4) Adanya keterlibatan kepentingan politik segelintir orang yang mempengaruhi kecenderungan dalam proses penegakan hukum sehingga menimbulkan keganjalan publik terutama kekecewaan masyarakat terhadap supremasi hukum di Indonesia.
3.    Sebagaimana termaktub dalam UU No 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD pasal 15 ayat 1 huruf e, dimana ayat ini mengamanahkan kepada pimpinan MPR untuk mengoordinasikan sosialisasi berbagai perubahan yang terjadi pada UUD NRI Tahun 1945. Namun, melihat semakin melunturnya nilai-nilai kebangsaan dan nasionalisme di tengah masyarakat yang sangat menghkawatirkan, maka Pimpinan MPR akhirnya bersepakat mengemas pelaksanaan sosialisasi tersebut menjadi sosialisasi 4 pilar meliputi Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika sebagai reorientasi jati diri bangsa.
4.    Reorientasi sebenarnya dimana kita melihat proses penemuan jati diri itu sendiri yang nantinya menentukan tujuan kita. Reorientasi pertama adalah proses penemuan jati diri sebagai bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur sesuai dengan apa yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Reorientasi kedua adalah pemetaan posisi Indonesia di zaman globalisasi dimana kecenderungan masyarakat Indonesia yang senantiasa hidup konsumtif harus lebih diwaspadai. Reorientasi ketiga adalah pengokohan kembali empat pilar kebangsaan; Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika yang sudah menjadi acuan kehidupan masyarakat Indonesia sedari dulu dengan semangat kesatuan dan kebangsaan yang diharapkan semakin melekat.

Daftar Pustaka
Budimansyah, D & Karim Suryadi. PKn dan Masyarakat Multikultural. Bandung: Program Studi PKn Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Mahfud. (2009). Konstitusi dan Hukum dan Kontroversi Isu. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Muchtar, S .(2006). Pendidikan Nilai Moral dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS UPI.
Notonagoro. (1994). Pancasila secara Ilmiah Populer. Jakarta: Bumi Aksara.
Sumodiningrat, G. (2005). Membangun Indonesia Emas: Model Pengembangan Indonesia Baru menuju negara bangsa-bangsa yang unggul dalam Persaingan Global. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Ubaedillah & Abdul Rozak. (2010). Pendidikan Kewargaan (Civic Education)-Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.