Selasa, 23 April 2013

Berikan Aku Cinta

Apa salah jika seorang anak mendambakan kasih sayang dari ibunya? Tak pernah dibenakku muncul untuk membenci, atau iri pada setiap anak yang mendambakan kasih dari ibunya. Pagi itu aku sedang menghabiskan liburanku yang membosankan. 
 “Kring…,” deringan telepon rumah berbunyi, ketika itu aku senantiasa duduk di depan komputerku untuk mencurahkan segala isi hatiku yang suram. Memang pada siapa lagi aku mencurahkan isi hatiku ini, selain pada buku harianku di komputer, karena selama ini, aku takut untuk berhadapan dengan dunia luar yang begitu kejam.
“Hallo, assalamualaikum!” sahutku
“Walaikumsalam, sayang ini mama! Kamu lagi ngapain? Gimana keadaan kakakmu sama cucu mama yang lucu itu? Ohya, uang yang bulan kemarin mama kirim masih ada kan, kalau gitu tolong dihemat-hemat ya,” tanya Ibuku dengan seperti biasa tidak menanyakan kabarku hari ini.
“Lagi ngerjain tugas, emangnya sekarang mama ada di mana? Kakak sama Kenza baik? Untuk uang. sepertinya habis …,” jawabku dengan malas.
“Habis …? Memang uang sisa kemarin kurang ya? Mama sekarang lagi ada di Malang, dengan papa baru kamu. Ya udah nanti minggu depan mama kirim lagi tapi kayaknya sedikit abisnya mama udah nggak punya uang lagi,” ujarnya.
“Kalau gitu nggak usah dipaksain, aku mau ngerjain tugas dulu ya!” ujarku dengan hati kesal.
Aktivitasku seperti biasa kujalani, dari mencuci pakaian, menyetrika, memasak dan membersihkan rumah tumpangan yang selama ini aku tempati. Ketika aku tengah asyik menjalani semua deritaku, tiba-tiba bunyi ringtones Stand 4 Love from Destiny’s Child  berdering. Terlihat di layar HP-ku ada sebuah message yang dikirimkan padaku. Setelah kubuka, ternyata ada sebuah SMS dari Miss Ranty yaitu guruku dan bertuliskan :
“Assalamualaik’ Hi, gmn kbrnya? Lbrn dmn skrg? Ibu skrg lg da di rmh lho ‘n rencananya qta mo pada liburan. Klo g kbratan, Vira mo ikut gabung ga ma kluarga ibu. Come on ibu tunggu? Blz.”
Tiba-tiba air mataku mengalir, aku terharu ada orang yang sangat memperhatikanku. Padahal dia adalah guruku sendiri. Orang tuaku di sekolah namun dengan senag hati mau menjadi pengganti ibu asliku. Dengan cepat aku membalasnya, tak enak kalu aku membiarkannya dulu. Mungkin ini adalah anugrah dari tuhan. Tuhan menjawab doaku dengan cara yang berbeda.
 “Walaikumsalam’, Duh, thankz bgt y Bu mo ngajak aq pergi! Kpn perginya? Klo gitu aq ikut deh! Cm aq mesti bilang dl ma ka2, pokonya klo jd ntar aq tlp ibu dech. See U later ….”
Pesan terkirim dan akupun harus minta izin dulu sama kakakku, untuk bisa pergi berlibur dengan Bu Ranty. Jika aku sampai pergi, sepertinya kebahagiaan akan menghampiriku. Terima kasih Tuhan, keajaiban yang selama ini aku tunggu, akhirnya bisa muncul dan menghampiriku. Semoga saja izinku untuk pergi nggak dilarang dan liburanku akan lancar seperti layaknya air mengalir.
            Sore menjelang malam, tapi aku belum berani untuk berbicara dengan kakak, karena selama ini hubunganku dengannya cukup jauh. Mengobrol dengannya pun jika ada perlu, dan kalau ternyata nggak ada perlu, aku nggak biasa untuk berbicara dan bercanda-canda dengan kakak laki-lakiku. Aku harus menunggu kakak untuk pergi menonton TV, karena biasanya saat seperti itulah saat-saat yang santai dan tenang bagi kakaku.
            Dengan langkah yang berat tanpa arah tujuan, aku berusaha untuk bisa mengatur kakiku agar bisa melangkah, dan mempunyai tujuan yang jelas. Aku pun memberanikan diri untuk pergi mendatangi kakaku dan berbicara kepadanya. Ketika itu kakaku tengah asyik menonton TV, dan akupun berusaha untuk memotong tontonan yang ia tonton dengan berbicara kepadanya.
“ Kak, boleh ganggu sebentar nggak?” tanyaku dengan gugup.
“Ada apa, kok serius amat?” Tanya kakakku.
“Gini, sekarang kan liburan dan tadi guruku telepon. Katanya beliau mau ngajak aku untuk pergi berlibur dengan keluarganya. Kalau kakak ngijinin, aku boleh ikut pergi nggak?” jelasku masih dengan keadaan gugup dan gelisah.
“Oh, mau liburan sama guru, ya silahkan!” jawab kakak dengan dinginnya.
Hatiku mulai reda, karena baru kali ini kakak mengijinkanku pergi. Akupun segera bergegas memasukkan semua barang yang diperlukan untuk berlibur dengan my mom. Kenapa aku panggil dia Mommy? karena aku merasakan kehadiran hati seorang ibu di dalam diri Bu Ranty. Aku nggak bisa menyayangi ibuku sekarang, karena aku nggak pernah mendapatkan sesuatu yang berharga dari ibuku sekarang. Mungkin Tuhan menakdirkan aku untuk melupakan ibuku, dan mulai membuka diriku untuk orang lain.
Keesokan harinya, aku segera merapikan pakaian dan barang-barang yang diperlukan untuk nanti. HP-ku kembali berdering dengan ringtonesnya My Humpz from Black Eye Peas. Akupun langsung mencari HP-ku, karena biasanya aku lupa menaruhnya dimana? Mungkin jika aku mencari sumber bunyinya aku akan menemukan HP-ku sekarang juga. Akhirnya HP-ku yang tertindih bantal tempat tidurku aku temukan. Kulihat nama Ibu Ranty memanggilku dan akupun bergegas untuk mengangkat telepon itu.
“Hallo, assalamualaikum! Bu Ranty, gimana jadi nggak?” tanyaku.
“Ya itu dia, Vira udah siap belum? Sekarang kamu musti bergegas nanti ibu jemput ke rumah kamu OK!” jawab Bu Ranty.
“Jam berapa ibu kesini?”
“Kira-kira ibu jemput jam 11.00 siang ya …!”
“OK, I’m waiting for you!” sahutku.
“OK … Bye see you later !”
Kututup telepon itu sambil membereskan semua pakaianku, tiba-tiba kakakku datang menghampiri.
“Vir, tadi mama sms, kamu mau ikut nggak pergi ke Malang sama mama dan papa baru kamu?” Tanya kakakku.
“Kapan?” tanyaku.
“Sekarang mama bakal ke sini, untuk jemput kamu dan mama lagi ada di perjalanan, kira-kira nyampe sini jam 11.00 siang,” Jawabnya.
“Kenapa mesti sekarang, kakak kan udah tahu kalau aku bakal liburan sama guruku sekarang,” Tegasku dengan hati yang bimbang.
“Pokoknya kamu mesti milih, mau ikut liburan sama guru apa sama mama, lagian kasihan kan mama udah jauh-jauh dari Malang cuma mau jemput kamu. Liburan sama guru kan bisa kapan aja, dan kalau sama mama itu paling penting, soalnya bakal ada papa tiri kamu yang baru.”
 (suara mobil memanggilku untuk membukakan pintu pagar rumah.
“Tuh, Lihat mama datang, pokoknya kamu musti ikut ke Malang, daripada di sini nggak ada yang ngejagain kamu,” Ujar kakak sambil mengintip dari sudut kaca jendela.
Langkahku semakin berat, rasanya aku nggak ingin bertemu dengan mama sekarang, apalagi di saat tegang seperti ini. Kebingungan mulai memancar di mukaku karena situasi yang mulai menyudutkanku.
“Hei sayang, mana kakakmu dan Kenza? Beresin dong rumahnya! kok berantakan gini, malu dong sama Papa?” pintanya padaku dengan wajah tanpa dosa.
“Mah, jam berapa dari Malang, mana Papa?” Tanya kakakku.
“Oh tadi jam 5 subuh, mana Kenza …?”
“Itu, lagi dimandiin!” sahutku.
“Ohya, Vir tolong bikinin kopi ya buat Papa, terus ini nih masakin telor buat makan, soalnya dari tadi Bapa belum makan,” Suruh mama padaku.
“Itu kan ada nasi goreng!” sahutku.
“Ini kan udah dingin, kasihan Papa masa dikasih nasi yang dingin,” Sambil membuka tudung saji yang ada di meja makan.
Rasanya ibuku nggak nyadar kalau beliau memperlakukan aku sebagai pembantu, yang siap disuruh-suruh seenaknya. Padahal aku belum persiapan untuk pergi berlibur dengan Bu Ranty. Aku nggak peduli Ibu mau ngajak aku ke Malang. Pokoknya aku nggak pernah bakal ikut Ibu karena aku tahu gimana rasanya di sana.
“Pa, ayo masuk?” Suruh kakakku.
“Vir, salam dong sama Bapa!” Pinta mama padaku.
Akhirnya kuberikan senyum sapaku pada ayah tiriku ini, sebenarnya tak ingin melakukannya. Tapi, ya sudahlah demi menghormati mamahku.
 “Vir, kamu mau ikut nggak ke Malang mumpung lagi liburan nih?” Tanya ayah tiriku.
“Iya, di sana enak lho, kamu sekalian ngebantuin mama masak, nyapu halaman, ngerawat bunga anggrek Bapa, ngepel, nyuci piring. Soalnya di sana nggak ada pembantu, jadi Vira bisa bantuin mama disana,” Sahut mama.
Ketika aku akan menjawab pertanyaan ayah tiri dan ibuku, tiba-tiba terdengar suara mobil berhenti di depan rumah. Ternyata Bu Ranty telah kunjung datang .
Suara bel berbunyi, dan akupun membukakan pintu untuk Bu Ranty.
“Assalamu’alaikum!” salam Bu Ranty.
“Siapa, Vir?” Tanya Ibuku.
“Bu Ranty, guru Vira.  Tadinya Vira nggak tahu kalau mama mau datang, jadi Vira berniat untuk pergi liburan sama Bu Ranty,” Ujarku sambil membukakan pintu.
“Walaikumsalam, “ salam balik keluargaku.
“Eh, rupanya sedang berkumpul, apa saya mengganggu?” sahut Bu Ranty.
“Oh, silahkan masuk! Ibu ada perlu apa ya?” Tanya sinis Ibuku.
“Boleh saya duduk?”
“Oh silahkan silahkan!” sahut ayah tiriku.
“Begini saya gurunya Vira, katanya Vira mengeluh kalau selama liburan dia nggak betah tinggal di rumah, jadi saya berencana untuk mengajak Vira untuk berlibur bersama saya. Ngomong-ngomong, Ibu baru datang dari Malang ya … ?” jelas Bu Ranty.
“Oh  jadi begitu! Tapi, Bu Vira sekarang nggak bisa ikut berlibur sama ibu, karena Vira mau ikut sama saya, lagian dia kan baru ketemu Ibunya sekarang,” Ungkap Ibuku dengan nada tinggi.
“Vir, bawain minum dong buat Ibu guru!” suruh kakakku.
“Nggak usah, lagian Ibu guru nggak akan lama kok, iya kan bu?” ujar ibuku.
“Ohya, terima kasih, nggak perlu repot-repot kok ….” sahut Bu Ranty.
 “Kok, mama gitu sich, Vira nggak mau ikut sama mama, lagian mama nggak pernah ngertiin perasaan Vira. Kenapa mama baru kali ini jemput Vira? kemana diri mama selama ini? Ke mana mama di saat Vira sedih? Dan ke mana mama di saat Vira butuh kasih sayang dari figur seorang ibu? Dan asal mama tahu aja, cuma Bu Ranty yang bisa ngertiin Vira, dan cuma Bu Ranty yang selalu nemenin Vira disaat suka dan duka …,” Bentakku pada ibu dengan deraian air mata. Aku malu dengan sikapIbuku.
“Vir, bukan maksud mama ninggalin Vira selama in,i tapi mama memang harus pergi dari segala masalah yang selalu menghantui mama selama ini,” Jelas ibuku.
“Alasan mama nggak jelas, mama harusnya ngerti kalau seorang anak hanya butuh kasih sayang dari seorang ibu, bukan perintah. Selama ini mama selalu perintah Vira atau nyuruh-nyuruh Vira kayak pembantu, emang Vira siapa? Mah, Vira ingin mama sadar kalau selama ini Vira selalu terbebani dengan semua masalah, mama seakan-akan lari dari masalah, dan mengalihkannya sama Vira.”
“Udah, Vir sebaiknya kamu ikut sama mama kamu, lagian liburan kan bisa kapan aja!” Bu Ranty menasehati.
“Nggak Bu, Vira cuma mau ikut sama ibu, maafin Vira Ma? Vira tahu Vira jahat banget sama mama, tapi Vira Cuma ingin mama ngerti kalau  Vira nggak ingin keadaan yang seperti ini. Lebih baik mama benahi kehidupan mama sendiri, sebelum mama membenahi kehidupan Vira. Mungkin kalau mama ingin Vira pulang, mama mesti turuti keinginan Vira dan mulailah berubah sikap.”
Tiba-tiba mama menangis dan bertekuk lutut di kakiku, aku yang tadinya marah dan bersikukuh keras membenci Ibupun langsung luluh. Aku segera mengangkat tubuh mamah. Kami tenggelam dalam nuansa haru biru, sementara Ibu Ranty pergi dengan tersenyum di bibir manisnya.



Satu Abad yang Lalu (Sebuah Tinjauan Historis)



What K.H. Ahmad Dahlan had done in 1912 is one of the innovation of education. His creative hand had successfully changed the education world.  Going back to one century ago can open our eyes and think about the next brilliant innovation.

Inovasi pendidikan merupakan suatu ide, gagasan, atau objek yang dirasa baru bagi seseorang atau sekelompok orang dalam bidang pendidikan. Contoh bidang dalam inovasi pendidikan yaitu managerial, teknologi, dan kurikulum. Aspek pokok yang mempengaruhi inovasi pendidikan antara lain struktur, prosedur, dan personal. Inovasi pendidikan dilatarbelakangi oleh modernisasi, yaitu perubahan-perubahan masyarakat yang bergerak dari keadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju kepada suatu masyarakat yang modern. Contoh inovasi pendidikan adalah perubahan kurikulum sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman menuju ke arah yang lebih baik.
Dalam benak masyarakat pada umumnya, inovasi pendidikan merupakan hal yang tidak dapat terpisahkan dari era globalisasi dan kemajuan teknologi informasi. Tentunya inovasi selalu berkaitan dengan masa kini dan masa depan. Inovasi pendidikan jarang dilirik ke belakang, sekedar mengingat kenangan-kenangan indah yang telah berlalu. Namun inovasi pendidikan bukanlah ilmu yang sempit yang hanya dapat ditinjau dari satu sisi zaman, inovasi pun memiliki dimensi historis yang tidak kalah menarik untuk dipelajari dan dapat berfungsi sebagai bahan pembelajaran untuk inovasi-inovasi baru yang akan muncul.
Pendidikan selalu bergerak dari masa ke masa, memiliki sejarah perkembangan tersendiri menuju ke arah perbaikan, itulah inovasi. Salah satu masa perkembangan inovasi pendidikan yang akan dipelajari dalam kajian ini adalah masa sebelum kemerdekaan Republik Indonesia namun telah ada pergerakan-pergerakan menuju ke arah kemerdekaan, tepatnya pada awal abad ke-20 ketika seseorang bernama Ahmad Dahlan memadukan pendidikan agama dengan pendidikan modern.  
Tahun-tahun sebelum kemerdekaan merupakan masa-masa yang penuh kemelut, terutama di bidang pendidikan. Pendidikan formal seperti sekolah hanya diperuntukkan bagi kaum bangsawan, sementara kaum pribumi dibiarkan tidak mengenyam bangku sekolah agar bodoh.
Bermula dari zaman penjajahan Belanda pada periode sebelum tahun 1900 dimana tujuan pendidikan diarahkan pada kepentingan kolonial. Bangsa Indonesia dididik untuk menjadi buruh kasar, sebagian untuk menjadi tenaga administrasi, teknik, pertanian, dan lain-lain. Isi pendidikan memuat pengetahuan dan kecakapan yang dapat mempertahankan kekuasaan politik dan ekonomi penjajah. Pemerintah Belanda memerintah Indonesia melalui kaum aristocrat (bangsawan) bumiputera. Oleh karena itu, kesempatan pendidikan hanya diberikan pada kaum bangsawan semata. Sistem persekolahan pun didasarkan pada kelas sosial dan status. Sekolah yang diperuntukkan bagi golongan bumiputera menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar, sementara sekolah yang diperuntukkan bagi golongan bangsawan dan keturunan Eropa menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. 
Pada periode setelah tahun 1900, Belanda yang telah memperoleh keuntungan besar merasa memiliki hutang kehormatan kepada bangsa Indonesia. Maka lahirlah istilah Etische Politiek (Politik Etis) yang dicetuskan oleh Van Deventer dan terkenal dengan slogan Edukasi, Irigasi, serta Transmigrasi. Dalam dua decade pertama setelah tahun 1900, pemerintah Belanda mendirikan banyak sekolah rendah dengan bahasa pengantar bahasa daerah dan bahasa Belanda. Di kalangan bumiputera sendiri timbul kesadaran bahwa pendidikan bagi seluruh rakyat sangat penting guna mengangkat derajat bangsa Indonesia. Muncullah beberapa tokoh pendidikan pada masa ini, seperti Moh. Syafei, Ki Hajar Dewantoro, dan K.H. Ahmad Dahlan. Mereka menyadari bahwa dengan memberikan pendidikan pada seluruh rakyat, bangsa Indonesia dapat diselamatkan dari kehilangan kepribadian nasionalnya dan dapat meraih kemerdekaan yang selama ini dicita-citakan seluruh rakyat.
K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sebuah organisasi bernama Muhammadiyah pada tahun 1912 di Yogyakarta. Berdirinya organisasi ini dilatarbelakangi oleh fenomena-fenomena praktek peribadatan Islam  yang berbaur dengan kepercayaan kuno (Hindu-Budha). Kyai Ahmad Dahlan juga ingin pelajaran agama diterapkan di sekolah-sekolah dimana pada masa tersebut sekolah bersifat sekuler (memisahkan agama dari sekolah). Paradigma masyarakat pada masa itu adalah bahwa pelajaran agama berbau mistik, kuno, dan kurang memperhatikan logika juga ke-higienis-an, sehingga bertentangan dengan pendidikan. Dengan pemikiran-pemikiran yang kreatif dan inovatif, K.H. Ahmad Dahlan berhasil menciptakan suasana yang menyenangkan dan metode yang menarik dalam pembelajaran agama, sehingga pelajaran agama pun dapat diterapkan di sekolah-sekolah. Paradigma masyarakat yang pada saat itu menganggap agama kuno berbalik seratus delapan puluh derajat dan beranggapan bahwa agama selalu sesuai dengan logika serta mengedepankan ke-higienis-an.
Asas pendidikan Muhammadiyah adalah Islam dan berpedoman kepada Al-Qur’an dan Hadits. Tujuan pendidikannya adalah terwujudnya manusia Muslim, berakhlak mulia, cakap, percaya kepada diri sendiri, serta berguna bagi masyarakat dan negara.        

Riwayat Kurikulum 2013

      
Kurikulum 2013 menyorot perhatian para pembuat kebijakan publik terutama tenaga pengajar yang menjadi salah satu instrumen dalam pelaksanaan kurikulum. Penelusuran terkait kurikulum 2013 di seluruh media memaparkan terjadinya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Pembuat kebijakan sangat berharap dari kurikulum 2013 agar siswa menjadi "student well-being worth life-living" sehingga perlu sistem kurikulum yang baru fokus terhadap pengembangan kemampuan, pembentukan watak, pembangunan peradaban bangsa yang martabat dan pencerdasan kehidupan bangsa sesuai dengan Pasal 3 UU Sisdiknas mengenai fungsi pendidikan nasional. Namun, yang harus kita lihat adalah bukan hanya saja harapan yang besar tetapi kita harus tahu bagaimana sistem ini akan cocok dilaksanakan di Indonesia. 
       Mengingat beberapa kasus terjadi baru-baru ini dimana Ujian Nasional SMA harus tertunda di beberapa daerah, kesalahan pula nampak pada redaksi kertas Ujian Nasional serta bentuk penyimpangan lain. Justru yang harus kita pikirkan saat ini bukan harus menjalani terus pembaharuan melainkan mencegah terjadinya kasus-kasus seperti ini. Buku paket 2013 untuk sejumlah siswa terkesan rancu pembuatannya karena dinilai tidak efektif dalam pemilihan bahasa kompetensi inti dan kompetensi dasar. Bagaimana guru dapat menafsirkannya? Sementara telah terjadi kekeliruan bahasa dan bisa saja terjadi multitafsir di antara guru-guru. 
      Sosialisasi yang seringkali dilaksanakan bukan hal yang bersifat praksis tetapi pemahaman diberikan hanya sebatas konsepsi dan filosofis. Artinya, untuk apalagi semua itu? "Kami hanya menginginkan sesuatu yang konkret. Pelaksanaannya seperti apa di tingkat SD, SMP, maupun SMA? Metode, media, sumber belajar, bahkan evaluasinya nanti akan seperti apa?" Sosialisasi yang dilakukan hendaknya masuk pada tahap lokakarya bukan hanya sebatas seminar saja. Guru-guru diajak untuk rembug nasional bagaimana memikirkan implementasi kurikulum 2013. Penyetaraan harus segera dilakukan, artinya jika pemerintah ingin segera kurikulum direalisasikan maka fakta yang harus terlaksana adalah pemahaman secara menyeluruh dalam tataran praksis, keterbukaan publik, dan jelas antara kesetaraan jenjang SD, SMP bahkan SMA.

Jumat, 04 Januari 2013

Kesaksian Kereta Api

“Sebenernya gue juga nggak mau pisah sama lo Fay, gue masih sayang banget sama lo tapi gimana nasib nyokap gue ntar kalo gue ketahuan masih hubungan sama lo, please maafin gue? Gue harap lo bisa nerima semua keputusan gue

     Sepertinya kereta api Fayra telah berlalu dan ia telah berangkat membawa penyesalan. Fayra, pacarku di Yogyakarta dan ia berencana untuk menengokku dan saudaranya di Bandung. Memang, sekolahku di Yogyakarta namun rumah orang tuaku ada di Bandung. Jadi ketika liburan aku selalu pulang ke rumahku yang di Bandung. Habisnya liburan di Bandung lebih menyenangkan dibandingkan liburan di Yogya yang harus menghabiskan waktu mendengar kicauan nenek sihir yang galak, ya bude’-ku itu.
         Hari ini aku terasa capek karena semalaman aku ada prom night di rumah temanku, tapi tiba-tiba terdengar suara telepon yang membisingkan telingaku, “kriiiiiiiing kriiiiiiiiing …. “ tak seorangpun yang menjawab telepon itu. Memang sudah menjadi tradisi ibuku yang tidak pernah menjawab telepon sehingga cuma aku dan adikku yang selalu menjawab telepon yang berbunyi di rumah kami. Kenapa ibuku nggak ngangkat telepon? Ya itu, ibuku suka ngomel kalau ada telepon buat aku dari seorang cewek, jadi jangan heran kalau nggak ada satupun cewek yang berani telepon ke rumahku.
      “Hallo, assalamualaikum! Van, ini Fayra?? Ini kamu khan Cepet jemput aku di stasiun Kereta api sekarang? Mamaku nyuruh aku pergi ke saudaraku yang ada di cicaheum tapi aku ngak tahu tempat itu. Jadi, tolong jemput aku yach?”Cerita Fayra ke Rivan lewat telepon.
        “Aduh, Fay ini kamu?? Kirain aku siapa? Emang sekarang kamu ada dimananya? Iya aku jemput kamu tapi khan sekarang masih pagi banget lagian aku belum mandi, ntar aja jam 8-an aku jemputnya soalnya aku nggak boleh pergi sama ibuku.”
         “Please, dong Van aku udah lama nungguin di pintu keluar. Aku takut nih kalau harus nunggu sendirian. Ya udah kalau gitu aku datang ke rumah kamu deh, sekarang kamu tunjukkin arah jalan ke rumah kamu ya!”
       “Duh, jangan dong! Ya udah aku jemput sekarang nih, tunggu aku ya!” kebingunganku memuncak.
      Sebenernya aku bener-bener bingung kalau harus pergi ke stasiun kereta karena ibuku melarang aku keluar rumah pagi-pagi begini.
“Thanks, ya kamu emang pacarku yang baik banget! Ya udah aku tunggu nih daagh.”
Udara tak enak memasuki tubuhku, aku mulai kacau dan sulit berfikir. Aku nggak bisa berbuat apa-apa di hadapan ibuku nanti, membayangkan suara keras ibuku saja sudah tak kuasa.
    Tiba-tiba ibu melihatku dengan mata yang tajam seperti burung elang yang akan menerkam mangsanya.
      “Van, itu tadi telepon dari siapa? Terus sekarang kamu mau pergi kemana? tanya ibuku dengan sangar.
    “Euh euh anu tadi yang telepon temen Rivan dari Yogya namanya Fay, minta dijemput ke stasiun sekarang.” mendadak aku jadi gugup dan keringat mulai bercucuran di dahiku.
     “Fay itu perempuan apa laki-laki? Awas kalau itu sampai perempuan, ibu nggak bakalan ngijinin kamu pergi. Lagian ini kan masih terlalu pagi mana kamu belum mandi lagi.” Sentak ibuku
     “ Duh, bu ini gawat darurat. Fay nggak tahu daerah Bandung jadi Rivan diminta nganterin ke rumah saudaranya di Cicaheum. Please dong bu, ijinin Rivan sekali ini aja ” pintaku dengan muka memelas. Untungnya, aku bisa berfikir sehat sekarang, tapi Tuhan aku bohong sama ibuku sendiri. Mungkin bohong untuk kebaikan nggak akan kualat kali.
      Memang entah kenapa semenjak ayah dan ibuku berpisah, ibu selau overprotected gitu sama aku apalagi kalau aku suka bergaul dengan perempuan-perempuan di sekolah mungkin tamparan keras dan ocehan caci maki ibu akan menjadi santapan makananku setiap hari. Aku bener-bener bingung menghadapi ibu saat ini.
     Sementara aku mengambil motorku di garasi, suara bunyi telepon pun kembali berdering. “kriiiiiiiiiiiing kriiiiiiiiiing” dengan terpaksa ibuku yang mengangkat telepon itu karena adikku masih tidur dan aku mengambil motor untuk pergi menjemput Fayra.
       “Hallo hallo assalamualaikum!” Bisa bicara dengan Rivan.
“Hallo, Rivannya sedang pergi kalau boleh tahu ini dari siapa ya dan ada keperluan apa sama Rivan.” tanya ibuku sambil mengintrogasi penelepon tersebut.
      “Oh nggak ada ya Ini dari ibunya Fay, saya menyuruh Rivan untuk menjemput Fay di stasiun. Dan sekarang Fay sudah menunggu lama di stasiun, Fay tidak tahu daerah Bandung makanya saya meminta tolong pada Rivan untuk mengantarkannya ke rumah saudaranya yang ada di Cicaheum.”
      “Kalau boleh tahu anak ibu yang bernama Fay laki-laki apa perempuan dan untuk apa menyuruh Rivan menjemput anak ibu, kenapa nggak saudara ibu saja yang jemput Fay ke stasiun? Ibu sengaja ya merepotkan anak saya, ibu nggak tahu kalau ini masih terlalu pagi untuk menjemput anak ibu.”
     “Ibu ini gimana sih, anak saya itu Fayra jadi dia perempuanlah, kalau anak saya laki-laki saya nggak begitu khawatir dengan keadaannya. Maaf, bu bukan maksud saya untuk merepotkan Rivan dan keluarganya tapi kata Fay Rivan yang bersedia menjemput Fay di stasiun, jadi saya tidak akan memaksakan kehendak anak saya.”
     Ibuku langsung menutup teleponnya dengan cepat dan segera berlari mengejar aku. Saat itu, ibu seperti banteng yang telah menemukan kain berwarna merah yang terdapat didiriku sehingga banteng tersebut langsung menyerudukku dengan tanduknya yang besar. Keberuntungan ada di pihak ibukku, aku yang sedang menyalakan motor tiba-tiba ibu datang menghampiriku dengan penuh kemarahan. Seakan-akan aku melihat ibu seperti banteng yang bertanduk besar, memiliki mata yang merah tajam dan dikepalanya penuh asap yang membara. Aku tidak bisa mengelak atau langsung bergegas pergi karena kali ini aku benar-benar takut kualat.
      “Van, mana kunci motornya ibu pinjam sebentar.” Sentak ibu dengan muka mulai memanas. Ketika itu aku benar-benar nggak tahu kalau ibu marah padaku karena nggak ada kesalahan yang ada pada dirikku. Aku pun mulai bingung dan bertanya-tanya ketika ibu menanyakan seperti itu.
       “Ada apa sih bu, ngapain liat-liat kunci motor segala padahal semua STNK udah ada di Rivan kok jadi ibu tenang aja Rivan nggak bakalan ketangkep polisi.”
      “Iya, ibu lihat dulu sebentar, kamu ini bandel banget sih?!” sambil merampas kunci motor dari tanganku. Situasi yang seperti ini yang nggak aku inginkan, sepertinya ibu tahu kalau aku bohong padanya.
     “Udah sekarang kamu masuk kamar dan ibu nggak ngijinin kamu pergi sama Fayra yang ngaku-ngaku jadi laki-laki itu, cepet ..”
     “Tapi, bu itu khan bener-bener laki-laki . Bu, tolong ijinin Rivan pergi dong, bu please ?” Rivan merengek ingin pergi.
     “Kamu kecil-kecil udah bohongin ibu ya, berarti kamu di Yogya sering ya bohongin Bude’-mu. Pokoknya ibu akan awasin terus kelakuan kamu dan mulai sekarang jauhi Fayra untuk selama-lamanya.” Sentak ibu sambil mendorong aku untuk pergi ke kamar.
      “ Tapi, bu …… ?”
     “ Pokoknya nggak ada tapi-tapian, kalau kamu milih Fayra sekarang kamu boleh pergi dan nggak usah nginjek-nginjek rumah ini lagi dan kalau kamu milih ibu sekarang kamu segera pergi ke kamar ?”
     Memang tragis, aku dipukuli oleh ibuku akibat kelakuanku sendiri dan aku pun menangis kesakitan. Telepon yang selalu berdering pun akhirnya kabelnya dicabut oleh ibu. Selama 3 hari aku nggak pernah beranjak dari kamar tidurku, mengisi perutnya dengan sesuap nasi pun nggak pernah aku lakukan karena aku benar-benar takut kalau harus menghadap ibu. Memang aku laki-laki dan laki-laki nggak boleh pengecut. Tapi aku nggak mau kualat untuk kedua kalinya. Mungkin benar, kereta api Fayra pun telah berlalu membawa penyesalan yang teramat dalam. Habisnya mau bagaimana lagi, aku nggak bisa mempertahankan hubunganku dengan Fayra.
       Liburan pun hampir habis, 2 hari sebelum masuk sekolah aku pun berangkat ke Yogya untuk sekolah dan meninggalkan semua kemarahan ibu padaku. Sesampainya di Yogya, aku ingat bahwa sekolahku mengadakan event perpisahan sekolah yang diadakan oleh OSIS dan kebetulan aku menjadi ketua panitia event tersebut. Mau nggak mau, aku harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan menginap di sekolahan.
     Sebelum pergi ke sekolah, aku diceramahi dulu sama pade’ dan bude’-ku. Benar-benar kesal, setiap pulang ke Yogya pasti dapat kicauan nenek sihir.
    “Rivan, dengerin bude’, ibu kamu udah bilang semuanya dan mulai hari ini sampai seterusnya kamu bude’ awasin di sekolah. Kalau ternyata kamu hubungan lagi sama Fayra, bude’ nggak akan segan-segan buat laporin sikap kamu ke ibu kamu dan terpaksa ongkos kamu ke sekolah bude’ potong 50%.”
     “Bude’ kok gitu sih, kalau dipotong 50% berarti cuma 2000 dong, terus gimana ongkos ke sekolah masa jalan kaki !”
     “Pokoknya bude’ nggak mau tahu, bude’sama pade’ cuma ngejalanin perintah dari ibu kamu.”
    “Iya, lagian kalau nggak mau sengsara ya udah tinggal putusin aja si Fayra itu, pade’ pasti nggak bakalan motong-motong uang jajan segala.” Sambung pade’ yang ikut-ikutan menceramahi aku
    “Tapi, Pade’?”
   “Udah sana masuk kamar!” Memang dasar hidupku sial, kenapa nggak ada seorang pun yang mengerti akan perasaan aku sekarang.
     Esok harinya di sekolah, aku nggak menyangka bahwa anak-anak OSIS begitu sangat marah ketika aku nggak membantu mereka pada waktu liburan kemarin. Memang khusus panitia seharusnya nggak ada yang liburan tapi aku hanya datang pada waktu sehari sebelum hari H yaitu hari ini. Sepertinya kesialan akan menimpa dirikku sebentar lagi.
    “Van, lo nyadar nggak sih kalau lo bener- bener kelewatan? Enak-enaknya lo di Bandung sementara kita harus ngurusin segala sesuatunya dari urusan panggung, sound system, MC, pengisi acara sampai pendekoran. Dan lo hari ini datang tinggal enaknya, tahu nggak?” bentak Alvin ketua pelaksana event perpisahan ini.
      “Iya, dasar nggak tahu diri banget sih, seharusnya lo itu ngejabat jadi seksi keamanan yang kerja pada hari H doang. Nah ini ketua, nggak tahu malu banget sih. Udah lepas aja jabatan ketuanya ?” sambung Gasan
    “Maaf dong maaf dengerin dulu penjelasan dari gue, gue tuh nggak ada maksud apa-apa. Gue cuma pengen kalian semua dengerin dulu penjelasan gue baru kalian boleh vonis gue apa aja.” Aku berusaha untuk menyangkalnya dan berusah untuk memberikan penjelasan.
   Tiba-tiba aku dibawa keluar oleh teman-temanku dan Anna serta Alvin membawa sekantong terigu, telor, kecap, dan satu gelas jus untuk disiramkan ke mukaku.
    “Udah deh nggak perlu ada penjelasan dan kita semua nggak bakalan maafin kamu untuk selamanya.” Bentak Anna Sambil mengguyur kepalaku dengan semua barang-barang yang ia bawa.
     Kemudian anak-anak pun berteriak histeris dengan berkata “HAPPY BIRTHDAY” selamat ulang tahun Rivan.
    Aku menangis terharu dan tak tahan melihat semua yang aku alami saat ini. Aku benar-benar lupa kalau hari ini adalah hari ulang tahunku. Aku pun nggak lupa buat ngucapin terima kasih sama temen-temen yang udah berhasil ngerjain aku. Sukses berat untuk teman-temanku, mereka benar-benar mengerti akan keadaanku saat ini.
“Van, met ultah ya semoga lo panjang umur ‘n banyak rezekinya.” Ucap Anna.
“Thankz banget ya, Na?”
“Van, lo jangan marah ya, gue mau tanya sesuatu sama lo?”
“Nanya apa?”
“Gini apa lo masih hubungan sama Fayra?” tanya Anna dengan muka gugup.
“Ya iyalah, kamu ini gimana sih?!”
“Bukannya gitu, sebelum liburan pas kita pergi bareng buat beli keperluan dekor, lo liat cewe sekolahan kita khan yang lagi pacaran sambil pegang-pegangan tangan sama cowo.”
“Ya liatlah, tapi gue nggak kenal siapa cewe itu soalnya jaraknya jauh dan sedikit kabur gitu, emang kenapa?”
“Cewe itu cewe itu Fayra, Van?”
“Sumpah lo, Na? Masa sih Fayra, gue bener-bener nggak percaya sama apa yang kamu bilang. Mana buktinya kalau itu bener-bener Fayra?”
“Gue punya bukti foto yang ada di HP gue.” Sambil menyodorkan HP-nya.
“Coba liat, kapan lo ngambil gambar mereka kok gue nggak lihat sih?”
“Pas lo beli styrofoam di toko plastik, gue langsung menuju tempat cewe yang gue lihat itu. Dan ternyata itu bener-bener Fayra.” Ungkap Anna dengan tegas.
“Ya Tuhan, Na ini benar-benar Fayra, kok dia tega sich sama gue? Thankz ya, Na? Lo benar-benar teman gue yang paling baik.”
“Eh, jangan salah informasiku itu harus ada bayarannya. Tapi, Van lo jangan sedih ya dengan semua yang udah gue certain. Kalau ada apa-apa lo bisa curhat kok ke gue.”
“Thankz lagi, kalau nggak ada lo gue nggak tahu harus berbuat apa? Sekarang kita terusin kerjaan kita ya
      Aku bener-bener nggak nyangka Fayra tega berbuat seperti itu sama aku padahal aku benar-benar sayang sama dia. Ini semua nggak bisa dibiarkan, sekarang aku punya alasan untuk memutuskan hubunganku dengan dia dan membawa semua bukti yang ada.
     Ketika itu, aku berada di lapangan sedang mendekor panggung bersama teman-temanku yang lain. Tapi, tiba-tiba sesosok cewe datang menghampiri dari kejauhan dan sebuah tamparan melewati pipiku. Ya itu adalah tamparan keras dari Fayra
     “Dasar cowo nggak tahu diri, selama ini gue udah korbanin banyak buat lo tapi mana hasilnya nggak ada satupun balesan dari lo? Buat ngejemput gue aja di stasiun lo nggak bisa apalagi ngangkat telepon dari gue, dasar cowo aneh!” Bentak Fayra.
    Mungkin Fayra ingin memberikan ucapan ulang tahun dengan cara seperti ini, aku benar-benar terharu walaupun kemarin aku telah menyakiti Fayra tapi Fayra masih bisa memberikan ucapan itu. Tapi aku nggak bisa melupakan semua kelakuannya terhadapku, mungkin aku harus melupakan semua perkataan Anna dulu karena Fayra sudah bisa menyempatkan dirinya untuk memberikan ucapan selamat padaku.
     “Udah deh, gue tahu lo mau ngejailin gue kan kayak temen-temen gue barusan.”
“Idih geer banget lagian ngapain gue iseng tampar lo segala, dasar kurang kerjaan. Lo tuh bego apa pura-pura bego sich masa nggak inget waktu gue minta lo jemput di stasiun Bandung sampai gue rela nungguin 5 jam, tau nggak?”
“Tapi, nggak apa-apa deh aku maafin sikap kamu kemarin, sekarang selamat ulang tahun ya dan kamu terima kado ulang tahun dariku khusus buat kamu.”
Tapi, aku harus mengambil keputusan sekarang juga, nasibku dan ibuku ada di tanganku. Walaupun Fayra telah berbaik hati tapi aku nggak bisa melanjutkan hubunganku ini.
“Oooh yang itu maaf, gue nggak ada maksud dan sebaiknya lo nggak usah ngedeketin gue lagi untuk selamanya?! Terima kasih juga untuk kadonya dan aku nggak bisa menerima pemberian darimu, simpan saja untuk pacarmu yang ada di SMA lain.”
“Apa lo bilang, gue kan masih sayang sama lo walaupun lo udah banyak nyakitin gue? Dan maksud lo apa dengan pacar dari SMA lain?”
“Jangan bohong, terus terang aja, lo udah punya cowo kan selain gue. Buktinya ada di HP ini dan gue nggak akan marah kok asal lo kasih tahu gue yang sebenarnya.”
“Maafin gue ya, gue selingkuh di depan lo, tapi gue masih tetap milih lo kok, buktinya sekarang gue udah putusin cowo gue itu. Please, kita bisa perbaiki hubungan kita kok? Dan kalau memang nggak bisa, plase terima kado gue yang terakhir.”
“Thankz buat semuanya, Fay . ?”
Aku berlari menuju Ruang OSIS dan teman-temanku pun mulai bengong melihat kita berdua bertingkah aneh nggak karuan kayak anak kecil. Fayra pun berlari menuju gerbang sekolah sambil menangis tersedu-sedu.
“Rivan, gue nggak bisa nerima semua keputusan lo itu karena gue masih terlalu sayang untuk pisah dari lo Van, please jangan putusin gue.” Teriakan Fayra memenuhi telingaku.
“Sebenernya gue juga nggak mau pisah sama lo Fay, gue masih sayang banget sama lo tapi gimana nasib nyokap gue ntar kalo gue ketahuan masih hubungan sama lo, please maafin gue? Gue harap lo bisa nerima semua keputusan gue