Selasa, 23 April 2013

Satu Abad yang Lalu (Sebuah Tinjauan Historis)



What K.H. Ahmad Dahlan had done in 1912 is one of the innovation of education. His creative hand had successfully changed the education world.  Going back to one century ago can open our eyes and think about the next brilliant innovation.

Inovasi pendidikan merupakan suatu ide, gagasan, atau objek yang dirasa baru bagi seseorang atau sekelompok orang dalam bidang pendidikan. Contoh bidang dalam inovasi pendidikan yaitu managerial, teknologi, dan kurikulum. Aspek pokok yang mempengaruhi inovasi pendidikan antara lain struktur, prosedur, dan personal. Inovasi pendidikan dilatarbelakangi oleh modernisasi, yaitu perubahan-perubahan masyarakat yang bergerak dari keadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju kepada suatu masyarakat yang modern. Contoh inovasi pendidikan adalah perubahan kurikulum sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman menuju ke arah yang lebih baik.
Dalam benak masyarakat pada umumnya, inovasi pendidikan merupakan hal yang tidak dapat terpisahkan dari era globalisasi dan kemajuan teknologi informasi. Tentunya inovasi selalu berkaitan dengan masa kini dan masa depan. Inovasi pendidikan jarang dilirik ke belakang, sekedar mengingat kenangan-kenangan indah yang telah berlalu. Namun inovasi pendidikan bukanlah ilmu yang sempit yang hanya dapat ditinjau dari satu sisi zaman, inovasi pun memiliki dimensi historis yang tidak kalah menarik untuk dipelajari dan dapat berfungsi sebagai bahan pembelajaran untuk inovasi-inovasi baru yang akan muncul.
Pendidikan selalu bergerak dari masa ke masa, memiliki sejarah perkembangan tersendiri menuju ke arah perbaikan, itulah inovasi. Salah satu masa perkembangan inovasi pendidikan yang akan dipelajari dalam kajian ini adalah masa sebelum kemerdekaan Republik Indonesia namun telah ada pergerakan-pergerakan menuju ke arah kemerdekaan, tepatnya pada awal abad ke-20 ketika seseorang bernama Ahmad Dahlan memadukan pendidikan agama dengan pendidikan modern.  
Tahun-tahun sebelum kemerdekaan merupakan masa-masa yang penuh kemelut, terutama di bidang pendidikan. Pendidikan formal seperti sekolah hanya diperuntukkan bagi kaum bangsawan, sementara kaum pribumi dibiarkan tidak mengenyam bangku sekolah agar bodoh.
Bermula dari zaman penjajahan Belanda pada periode sebelum tahun 1900 dimana tujuan pendidikan diarahkan pada kepentingan kolonial. Bangsa Indonesia dididik untuk menjadi buruh kasar, sebagian untuk menjadi tenaga administrasi, teknik, pertanian, dan lain-lain. Isi pendidikan memuat pengetahuan dan kecakapan yang dapat mempertahankan kekuasaan politik dan ekonomi penjajah. Pemerintah Belanda memerintah Indonesia melalui kaum aristocrat (bangsawan) bumiputera. Oleh karena itu, kesempatan pendidikan hanya diberikan pada kaum bangsawan semata. Sistem persekolahan pun didasarkan pada kelas sosial dan status. Sekolah yang diperuntukkan bagi golongan bumiputera menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar, sementara sekolah yang diperuntukkan bagi golongan bangsawan dan keturunan Eropa menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. 
Pada periode setelah tahun 1900, Belanda yang telah memperoleh keuntungan besar merasa memiliki hutang kehormatan kepada bangsa Indonesia. Maka lahirlah istilah Etische Politiek (Politik Etis) yang dicetuskan oleh Van Deventer dan terkenal dengan slogan Edukasi, Irigasi, serta Transmigrasi. Dalam dua decade pertama setelah tahun 1900, pemerintah Belanda mendirikan banyak sekolah rendah dengan bahasa pengantar bahasa daerah dan bahasa Belanda. Di kalangan bumiputera sendiri timbul kesadaran bahwa pendidikan bagi seluruh rakyat sangat penting guna mengangkat derajat bangsa Indonesia. Muncullah beberapa tokoh pendidikan pada masa ini, seperti Moh. Syafei, Ki Hajar Dewantoro, dan K.H. Ahmad Dahlan. Mereka menyadari bahwa dengan memberikan pendidikan pada seluruh rakyat, bangsa Indonesia dapat diselamatkan dari kehilangan kepribadian nasionalnya dan dapat meraih kemerdekaan yang selama ini dicita-citakan seluruh rakyat.
K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sebuah organisasi bernama Muhammadiyah pada tahun 1912 di Yogyakarta. Berdirinya organisasi ini dilatarbelakangi oleh fenomena-fenomena praktek peribadatan Islam  yang berbaur dengan kepercayaan kuno (Hindu-Budha). Kyai Ahmad Dahlan juga ingin pelajaran agama diterapkan di sekolah-sekolah dimana pada masa tersebut sekolah bersifat sekuler (memisahkan agama dari sekolah). Paradigma masyarakat pada masa itu adalah bahwa pelajaran agama berbau mistik, kuno, dan kurang memperhatikan logika juga ke-higienis-an, sehingga bertentangan dengan pendidikan. Dengan pemikiran-pemikiran yang kreatif dan inovatif, K.H. Ahmad Dahlan berhasil menciptakan suasana yang menyenangkan dan metode yang menarik dalam pembelajaran agama, sehingga pelajaran agama pun dapat diterapkan di sekolah-sekolah. Paradigma masyarakat yang pada saat itu menganggap agama kuno berbalik seratus delapan puluh derajat dan beranggapan bahwa agama selalu sesuai dengan logika serta mengedepankan ke-higienis-an.
Asas pendidikan Muhammadiyah adalah Islam dan berpedoman kepada Al-Qur’an dan Hadits. Tujuan pendidikannya adalah terwujudnya manusia Muslim, berakhlak mulia, cakap, percaya kepada diri sendiri, serta berguna bagi masyarakat dan negara.