Selasa, 23 April 2013

Riwayat Kurikulum 2013

      
Kurikulum 2013 menyorot perhatian para pembuat kebijakan publik terutama tenaga pengajar yang menjadi salah satu instrumen dalam pelaksanaan kurikulum. Penelusuran terkait kurikulum 2013 di seluruh media memaparkan terjadinya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Pembuat kebijakan sangat berharap dari kurikulum 2013 agar siswa menjadi "student well-being worth life-living" sehingga perlu sistem kurikulum yang baru fokus terhadap pengembangan kemampuan, pembentukan watak, pembangunan peradaban bangsa yang martabat dan pencerdasan kehidupan bangsa sesuai dengan Pasal 3 UU Sisdiknas mengenai fungsi pendidikan nasional. Namun, yang harus kita lihat adalah bukan hanya saja harapan yang besar tetapi kita harus tahu bagaimana sistem ini akan cocok dilaksanakan di Indonesia. 
       Mengingat beberapa kasus terjadi baru-baru ini dimana Ujian Nasional SMA harus tertunda di beberapa daerah, kesalahan pula nampak pada redaksi kertas Ujian Nasional serta bentuk penyimpangan lain. Justru yang harus kita pikirkan saat ini bukan harus menjalani terus pembaharuan melainkan mencegah terjadinya kasus-kasus seperti ini. Buku paket 2013 untuk sejumlah siswa terkesan rancu pembuatannya karena dinilai tidak efektif dalam pemilihan bahasa kompetensi inti dan kompetensi dasar. Bagaimana guru dapat menafsirkannya? Sementara telah terjadi kekeliruan bahasa dan bisa saja terjadi multitafsir di antara guru-guru. 
      Sosialisasi yang seringkali dilaksanakan bukan hal yang bersifat praksis tetapi pemahaman diberikan hanya sebatas konsepsi dan filosofis. Artinya, untuk apalagi semua itu? "Kami hanya menginginkan sesuatu yang konkret. Pelaksanaannya seperti apa di tingkat SD, SMP, maupun SMA? Metode, media, sumber belajar, bahkan evaluasinya nanti akan seperti apa?" Sosialisasi yang dilakukan hendaknya masuk pada tahap lokakarya bukan hanya sebatas seminar saja. Guru-guru diajak untuk rembug nasional bagaimana memikirkan implementasi kurikulum 2013. Penyetaraan harus segera dilakukan, artinya jika pemerintah ingin segera kurikulum direalisasikan maka fakta yang harus terlaksana adalah pemahaman secara menyeluruh dalam tataran praksis, keterbukaan publik, dan jelas antara kesetaraan jenjang SD, SMP bahkan SMA.