What K.H. Ahmad Dahlan had done in 1912 is one of the innovation of education. His creative hand had successfully changed the education world. Going back to one century ago can open our eyes and think about the next brilliant innovation.
Inovasi pendidikan merupakan suatu ide, gagasan, atau
objek yang dirasa baru bagi seseorang atau sekelompok orang dalam bidang
pendidikan. Contoh bidang dalam inovasi pendidikan yaitu managerial, teknologi,
dan kurikulum. Aspek pokok yang mempengaruhi inovasi pendidikan antara lain
struktur, prosedur, dan personal. Inovasi pendidikan dilatarbelakangi oleh
modernisasi, yaitu perubahan-perubahan masyarakat yang bergerak dari keadaan
yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju kepada suatu masyarakat
yang modern. Contoh inovasi pendidikan adalah perubahan kurikulum sesuai dengan
tuntutan perkembangan zaman menuju ke arah yang lebih baik.
Dalam benak masyarakat pada umumnya, inovasi pendidikan
merupakan hal yang tidak dapat terpisahkan dari era globalisasi dan kemajuan
teknologi informasi. Tentunya inovasi selalu berkaitan dengan masa kini dan
masa depan. Inovasi pendidikan jarang dilirik ke belakang, sekedar mengingat
kenangan-kenangan indah yang telah berlalu. Namun inovasi pendidikan bukanlah
ilmu yang sempit yang hanya dapat ditinjau dari satu sisi zaman, inovasi pun
memiliki dimensi historis yang tidak kalah menarik untuk dipelajari dan dapat
berfungsi sebagai bahan pembelajaran untuk inovasi-inovasi baru yang akan
muncul.
Pendidikan selalu bergerak dari masa ke masa, memiliki
sejarah perkembangan tersendiri menuju ke arah perbaikan, itulah
inovasi. Salah satu masa perkembangan inovasi pendidikan yang akan dipelajari
dalam kajian ini adalah masa sebelum kemerdekaan Republik Indonesia namun telah
ada pergerakan-pergerakan menuju ke arah kemerdekaan, tepatnya pada awal abad
ke-20 ketika seseorang bernama Ahmad Dahlan memadukan pendidikan agama dengan
pendidikan modern.
Tahun-tahun sebelum kemerdekaan merupakan masa-masa yang
penuh kemelut, terutama di bidang pendidikan. Pendidikan formal seperti sekolah
hanya diperuntukkan bagi kaum bangsawan, sementara kaum pribumi dibiarkan tidak
mengenyam bangku sekolah agar bodoh.
Bermula dari zaman penjajahan Belanda pada periode
sebelum tahun 1900 dimana tujuan pendidikan diarahkan pada kepentingan
kolonial. Bangsa Indonesia dididik untuk menjadi buruh kasar, sebagian untuk
menjadi tenaga administrasi, teknik, pertanian, dan lain-lain. Isi pendidikan memuat
pengetahuan dan kecakapan yang dapat mempertahankan kekuasaan politik dan
ekonomi penjajah. Pemerintah Belanda memerintah Indonesia melalui kaum
aristocrat (bangsawan) bumiputera. Oleh karena itu, kesempatan pendidikan hanya
diberikan pada kaum bangsawan semata. Sistem persekolahan pun didasarkan pada
kelas sosial dan status. Sekolah yang diperuntukkan bagi golongan bumiputera
menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar, sementara sekolah yang
diperuntukkan bagi golongan bangsawan dan keturunan Eropa menggunakan bahasa
Belanda sebagai bahasa pengantar.
Pada periode setelah tahun 1900, Belanda yang telah
memperoleh keuntungan besar merasa memiliki hutang kehormatan kepada bangsa
Indonesia. Maka lahirlah istilah Etische
Politiek (Politik Etis) yang dicetuskan oleh Van Deventer dan terkenal
dengan slogan Edukasi, Irigasi, serta Transmigrasi. Dalam dua decade pertama
setelah tahun 1900, pemerintah Belanda mendirikan banyak sekolah rendah dengan
bahasa pengantar bahasa daerah dan bahasa Belanda. Di kalangan bumiputera
sendiri timbul kesadaran bahwa pendidikan bagi seluruh rakyat sangat penting
guna mengangkat derajat bangsa Indonesia. Muncullah beberapa tokoh pendidikan
pada masa ini, seperti Moh. Syafei, Ki Hajar Dewantoro, dan K.H. Ahmad Dahlan.
Mereka menyadari bahwa dengan memberikan pendidikan pada seluruh rakyat, bangsa
Indonesia dapat diselamatkan dari kehilangan kepribadian nasionalnya dan dapat
meraih kemerdekaan yang selama ini dicita-citakan seluruh rakyat.
K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sebuah organisasi bernama
Muhammadiyah pada tahun 1912 di Yogyakarta. Berdirinya organisasi ini
dilatarbelakangi oleh fenomena-fenomena praktek peribadatan Islam yang berbaur dengan kepercayaan kuno (Hindu-Budha).
Kyai Ahmad Dahlan juga ingin pelajaran agama diterapkan di sekolah-sekolah
dimana pada masa tersebut sekolah bersifat sekuler (memisahkan agama dari
sekolah). Paradigma masyarakat pada masa itu adalah bahwa pelajaran agama
berbau mistik, kuno, dan kurang memperhatikan logika juga ke-higienis-an,
sehingga bertentangan dengan pendidikan. Dengan pemikiran-pemikiran yang
kreatif dan inovatif, K.H. Ahmad Dahlan berhasil menciptakan suasana yang
menyenangkan dan metode yang menarik dalam pembelajaran agama, sehingga pelajaran
agama pun dapat diterapkan di sekolah-sekolah. Paradigma masyarakat yang pada
saat itu menganggap agama kuno berbalik seratus delapan puluh derajat dan
beranggapan bahwa agama selalu sesuai dengan logika serta mengedepankan
ke-higienis-an.
Asas pendidikan Muhammadiyah adalah Islam dan berpedoman
kepada Al-Qur’an dan Hadits. Tujuan pendidikannya adalah terwujudnya manusia
Muslim, berakhlak mulia, cakap, percaya kepada diri sendiri, serta berguna bagi
masyarakat dan negara.